(function() { (function(){function b(g){this.t={};this.tick=function(h,m,f){var n=f!=void 0?f:(new Date).getTime();this.t[h]=[n,m];if(f==void 0)try{window.console.timeStamp("CSI/"+h)}catch(q){}};this.getStartTickTime=function(){return this.t.start[0]};this.tick("start",null,g)}var a;if(window.performance)var e=(a=window.performance.timing)&&a.responseStart;var p=e>0?new b(e):new b;window.jstiming={Timer:b,load:p};if(a){var c=a.navigationStart;c>0&&e>=c&&(window.jstiming.srt=e-c)}if(a){var d=window.jstiming.load; c>0&&e>=c&&(d.tick("_wtsrt",void 0,c),d.tick("wtsrt_","_wtsrt",e),d.tick("tbsd_","wtsrt_"))}try{a=null,window.chrome&&window.chrome.csi&&(a=Math.floor(window.chrome.csi().pageT),d&&c>0&&(d.tick("_tbnd",void 0,window.chrome.csi().startE),d.tick("tbnd_","_tbnd",c))),a==null&&window.gtbExternal&&(a=window.gtbExternal.pageT()),a==null&&window.external&&(a=window.external.pageT,d&&c>0&&(d.tick("_tbnd",void 0,window.external.startE),d.tick("tbnd_","_tbnd",c))),a&&(window.jstiming.pt=a)}catch(g){}})();window.tickAboveFold=function(b){var a=0;if(b.offsetParent){do a+=b.offsetTop;while(b=b.offsetParent)}b=a;b<=750&&window.jstiming.load.tick("aft")};var k=!1;function l(){k||(k=!0,window.jstiming.load.tick("firstScrollTime"))}window.addEventListener?window.addEventListener("scroll",l,!1):window.attachEvent("onscroll",l); })();

Monday, June 2, 2008
Darsi, Pelestari Tari Tradisional Jawa

Dedikasi Darsi di bidang tari, terutama tari Jawa tradisional, tak diragukan lagi. Terlahir 5 April 1933 dengan nama Darsiyah dari anak seorang juru kemasan di Kampung Kebonan, selatan Taman Kebon Raja Sriwedari, Solo. Darsi belajar menari pada RNg. Wiryopredoto yang lalu menariknya menjadi pemain di Wayang Orang (WO) Sriwedari saat ia berusia 14 tahun.

Ia dan Roesman, yang kemudian jadi pasangannya, menjadi ikon WO Sriwedari sejak 1950 hingga Roesman tutup usia pada 1990. Pasangan itu, dan sejumlah pemain WO Sriwedari yang statusnya di bawah dinas pariwisata setempat, baru diangkat sebagai pegawai negeri tahun 1986. Tari fragmen Gatotkaca Gandrung membawa pasangan Roesman dan Darsi, menjadi penari legendaris. Sudah ratusan kali tari tersebut dibawakan keduanya di berbagai kota di Indonesia, termasuk di Istana Merdeka Jakarta masa Presiden Soekarno. Gatotkaca Gandrung adalah favorit Bung Karno, dan selalu dipertunjukkan setiap kali ada tamu berkunjung ke Indonesia. Konon Bung Karno terkesan, bila Roesman melakukan trisik dia istilahkan nggledek, berlari kecil sambil kaki diseret saat hendak terbang.

Sekalipun menjadi penari kesayangan Istana, Darsi mengaku ia dan suami belum pernah memperoleh hadiah khusus dari Bung Karno. Sekalipun telah pensiun sejak 1991, selama beberapa tahun Darsi tetap setia naik pentas WO Sriwedari. Sekalipun kesenian wayang yang dulu nyaris jadi mitos di tengah masyarakat Jawa itu, kini tak lagi punya penonton. Ia dan suaminya sampai akhir hayat setiap malam bermain di panggung Sriwedari. Mereka berboncengan naik skuter atau becak dari rumah ke Taman Sriwedari yang jaraknya tak jauh sekalipun honor mereka pun tak menutup ongkos naik becak. Bahkan, pada usia di atas 70 tahun, Darsi masih menari.

Terakhir ia menari atas undangan mantan Menteri Sosial Nani Soedarsono pada tahun 2004 di Jakarta. Walau fisik telah mengeriput, peran yang dia bawakan selalu wanita muda yang canthas-trengginas. Untuk menutup keriput terpaksa bedaknya lebih tebal. Ia sejak dulu mendapat peran yang lanyap, mbranyak seperti Srikandi, Mustakaweni, Dewasrani. Pemeranan itu, dalam konsep tari Jawa, disesuaikan dengan gander atau karakter fisik penari. Dalam beberapa kesempatan ia juga menari sebagai Menakjingga, Kelana Topeng, Dewi Durga, Narasoma, hingga Gatotkaca palsu dalam perhelatan wayang orang yang dibawakan para perempauan.

Kini, Darsi mengaku tak sanggup lagi menari. Postur tubuhnya tak lagi gemuk segar seperti 25 tahun lalu. Sekarang lututnya suka goyah bila berdiri agak lama, tetapi ia mengaku tak pernah sakit serius. Sejak muda ia tak suka minum jamu, juga tak mengonsumsi minuman khusus menjelang atau usai menari. Pada 2 November 2007, Darsi menerima Piagam Hadiah Seni dari Pemerintah melalui Departemen Kebudayaan dan Pariwisata yang diserahkan Menbudpar Jero Wacik di Candi Prambanan. Piagam itu menyebutkan, penghargaan itu diberikan Pemerintah Indonesia atas prestasinya yang luar biasa dalam bidang seni.

Selain piagam, Darsi juga menerima uang, tetapi ia tak mau menyebutkan jumlahnya. Berapa pun baginya cukup banyak, untuk menambah modal, ungkap Darsi yang membuka usaha persewaan pakaian pengantin dan tari.


* Gambar hanya hiasan yang relevan, bukan foto Nyi Darsi.


Dari koran Kompas, 2007.

Image: http://www.xaverindo.org/web/img/upload/Image/Penari-bali-Indonesia.jpg


posted by FerryHZ at 3:21 AM | Permalink |


0 Comments: