(function() { (function(){function b(g){this.t={};this.tick=function(h,m,f){var n=f!=void 0?f:(new Date).getTime();this.t[h]=[n,m];if(f==void 0)try{window.console.timeStamp("CSI/"+h)}catch(q){}};this.getStartTickTime=function(){return this.t.start[0]};this.tick("start",null,g)}var a;if(window.performance)var e=(a=window.performance.timing)&&a.responseStart;var p=e>0?new b(e):new b;window.jstiming={Timer:b,load:p};if(a){var c=a.navigationStart;c>0&&e>=c&&(window.jstiming.srt=e-c)}if(a){var d=window.jstiming.load; c>0&&e>=c&&(d.tick("_wtsrt",void 0,c),d.tick("wtsrt_","_wtsrt",e),d.tick("tbsd_","wtsrt_"))}try{a=null,window.chrome&&window.chrome.csi&&(a=Math.floor(window.chrome.csi().pageT),d&&c>0&&(d.tick("_tbnd",void 0,window.chrome.csi().startE),d.tick("tbnd_","_tbnd",c))),a==null&&window.gtbExternal&&(a=window.gtbExternal.pageT()),a==null&&window.external&&(a=window.external.pageT,d&&c>0&&(d.tick("_tbnd",void 0,window.external.startE),d.tick("tbnd_","_tbnd",c))),a&&(window.jstiming.pt=a)}catch(g){}})();window.tickAboveFold=function(b){var a=0;if(b.offsetParent){do a+=b.offsetTop;while(b=b.offsetParent)}b=a;b<=750&&window.jstiming.load.tick("aft")};var k=!1;function l(){k||(k=!0,window.jstiming.load.tick("firstScrollTime"))}window.addEventListener?window.addEventListener("scroll",l,!1):window.attachEvent("onscroll",l); })();

Wednesday, October 31, 2007
Suparto Brata Hasilkan 12 Novel Setahun



Surabaya (ANTARA News) - Usia senja bagi Suparto Brata, penulis sastra Jawa asal Surabaya, tidak menjadi penghalang untuk terus berkarya.
Suparto yang genap berusia 75 tahun pada Februari lalu, justru makin produktif. Sedikitnya 12 novel dan buku cerita anak ditulisnya selama 2007.
Kepada ANTARA di Surabaya, Minggu, Suparto menyatakan dari 12 buku yang sudah diterbitkan itu, tujuh berupa novel berbahasa Jawa, empat cerita rakyat untuk anak-anak berbahasa Jawa dan satu novel berbahasa Indonesia.
"Mungkin sampai akhir 2007 masih beberapa novel atau cerita anak berbahasa Jawa yang bisa saya terbitkan. Kebetulan saya kerjasama antara PPSJS (Paguyuban Pengarang Sastra Jawa) dengan PT Grasindo untuk menerbitkan cerita anak," katanya.
Menurut dia, buku-buku cerita anak itu diambil umumnya dari kisah-kisah yang ada di Jawa Timur dan Surabaya, seperti pertempuran 10 Nopember, Monumen Mayangkara dan cerita lainnya yang selama ini belum banyak diketahui oleh anak-anak.
"Untuk novel yang berbahasa Jawa, beberapa diantaranya juga berkaitan dengan sejarah. Ada yang satu buku berisi tiga novel yang berbeda. Ini saya meniru di Amerika. Saya memang berobsesi sastra Jawa menjadi bacaan dunia," katanya.
Karena itu ia tidak khawatir dengan satu buku berisi tiga novel yang sangat tebal sehingga harganya lebih mahal karena diharapkan buku itu laku untuk konsumsi masyarakat pecinta sastra di luar negeri.
"Makanya saya tidak memikirkan apakah novel yang tebal itu bisa terbeli oleh masyarakat Jawa atau tidak. Saya memikirkan, buku sastra Jawa harus mengikuti perkembangan dunia internasional atau sesuai standar internasional," katanya.
Menurut dia, proyek penulisan 60 judul buku cerita anak dari PPSJS itu sebetulnya bertentangan dengan gagasannya untuk menjadikan sastra Jawa sebagai bacaan dunia. Tapi ia mengalah karena proyek itu untuk kepentingan anak-anak.
Novel berbahasa Indonesia berjudul "Mahligai di Ufuk Timur", merupakan seri terakhir dari trilogi karya Suparto sebelumnya, yakni "Gadis Tangsi" dan "Kerajaan Raminem".
"Untuk trilogi itu bukunya tebal-tebal sekitar 500 halaman. Ini merupakan seri terakhir dari novel yang bercerita tentang gadis tangsi di jaman penjajahan Jepang," katanya. (*)



Sumber: http://www.antara.co.id/arc/2007/9/9/suparto-brata-hasilkan-12-novel-setahun/



posted by FerryHZ at 6:48 PM | Permalink | 0 comments
Tuesday, October 30, 2007
Drama paling menggemparkan sepanjang masa



Pada tahun 1938, Orsen Welles bersama group teaternya mengudara membawakan sandiwara radio berdasarkan novel H.G. Welles yang berjudul "War of the Worlds".

Cerita ini di awali dengan kisah ketika seorang observer melihat ke arah planet Mars dan melihat seberkas cahaya keluar dari planet tersebut. Cahaya itu berubah menjadi sebuah meteor besar yang menutupi sebagain besar bagian bumi lalu allien dari planet Mars keluar dan mulai menginvasi bumi.

Sandiwara radio itu bisa di katakan sebagai dramatisasi cerita di radio yang paling terkenal dan paling memiliki dampak terbesar sepanjang sejarah. Karena sandiwara tersebut mampu membuat separoh penduduk Amerika panik dan menyebabkan jumlah panggilan ke kantor polisi meningkat tajam serta ribuan orang yang ketakutan berlarian di jalan-jalan. Mereka menganggap benar-benar telah terjadi invasi oleh penghuni planet Mars ke bumi.


posted by FerryHZ at 4:15 PM | Permalink | 0 comments
Monday, October 29, 2007
Cerita di balik penerima hadiah Nobel sastra

Mendapat Nobel di bidang Sastra merupakan pencapaian tertinggi bagi para insan sastra di seluruh dunia. Selain itu bagi mereka yang mendapat Nobel tersebut tidak hanya dinilai dari kualitas dan tata penulisannya saja, tapi juga dilihat seberapa besar pengaruh tulisan tersebut, baik bagi dunia sastra maupun sistem sosial, budaya, bahkan politik pada masanya. Berat bukan?

Nah, makanya itu mereka yang medapat Nobel bidang sastra ini rata-rata memiliki kepribadian dan kehidupan yang unik punya. Mungkin beberapa fakta berikut bisa menjadi gambaran kecil seperti apa sih orang-orang yang mendapat Nobel itu:

Tidak ada orang India yang tidak mengenal Rabindranath Tagore, seorang Brahmo Samaj, penyair, dramawan, filsuf, seniman, musikus dan sastrawan Bengali. Ia terlahir dalam keluarga Brahmana Bengali, yaitu Brahmana yang tinggal di wilayah Bengali, daerah di anakbenua India antara India dan Bangladesh. Tagore merupakan orang Asia pertama yang mendapat anugerah Nobel dalam bidang sastra (1913). Memiliki pengaruh yang sangat luar biasa, tidak hanya di India saja, tapi juga meluas hingga ke Eropa. Banyak karya-karya sastra beliau diterjemahkan dalam berbagai bahasa. Dan percaya atau tidak, nama Rabindranath Tagore diabadikan di salah satu ruas jalan di kota Surakarta. Pandangan Tagore soal pendidikan ternyata mempengaruhi sejumlah tokoh nasional, salah satunya adalah Ki Hajar Dewantara.

  1. Salah satu penerima nobel bidang sastra yang paling kontroversial adalah Sir Winston Leonard Spencer Churchill. Mantan Perdana Menteri di era Perang Dunia kedua ini dianugerahkan Hadiah Nobel dalam penulisan untuk kepakarannya dalam penulisan riwayat dan sejarah dan juga kepintarannya berucap dalam mempertahankan nilai kemanusiaan yang tinggi pada tahun 1953. Padahal dialah sang arsitek pendaratan dan penyerangan Gallipoli di Dardanella waktu Perang Dunia Pertama yang menewaskan hampir seperempat juta nyawa prajurit dan Oom Churchill ini sangat menentang kemerdekaan India ketika masih dijajah Inggris. Namun berkat Perangnya melawan Hitler bersama sekutu abadinya, Amerika, yang membuat namanya melambung tinggi, hingga tulisannya itu diganjar Hadiah Nobel.
  2. Salah satu penulis paling jenius yang pernah lahir pada abad ke-20 adalah Ernest Miller Hemingway. Karya tulisnya yang paling fenomenal adalah trilogi besar yang terdiri dari The Sea When Young, The Sea When Absent dan The Sea in Being (yang belakangan akhirnya terbit pada 1952 dengan judul The Old Man and the Sea). Untuk salah satu trilogi-nya, The Old Man and The Sea sukses meraih Penghargaan Pulitzer di Amerika tahun 1953 dan Nobel di bidang sastra tahun 1954. Namun kisah hidupnya yang paling dikenang adalah nasib sial yang selalu menderanya. Dia pernah mengalami luka-luka dalam dua kecelakaan pesawat terbang secara berturutan. Luka-luka Hemingway sangat serius; bahu kanannya, lengan dan kaki kirinya keselo, ia mengalami gegar otak yang parah, untuk sementara waktuu kehilangan daya penglihatan mata kirinya (dan daya pendengarannya di telinga kiri), mengalami kelumpuhan sphincter, tulang belakang, yang remuk, liver, spleen dan ginjal, dan yang robek, serta mengalami luka bakar pada tingkat pertama di wajah, kedua lengan dan kakinya. Ia luka parah sebulan kemudian dalam sebuah kecelakaan kebakaran semak, yang membuat ia mengalami luka bakar pada tingkat kedua pada kedua kakinya, dada, bibir, tangan kiri dan bagian atas lengan kanannya. Akhirnya pada tanggal 2 Juli 1961 dia menembak kepalanya sendiri dan langsung mampus, mirip apa yang dilakukan oleh ayahnya, Clarence, yang mati dengan cara yang sama.

  3. Bila Jean-Paul Sartre menolak hadiah Nobel tahun 1964, Samuel Barclay Beckett, penulis lakon Menunggu Godot (Waiting for Godot), tidak menolak hadiah itu tetapi tidak mau menghadiri upacaranya di tahun 1969. Ia juga menolak membuat pidato. Karya Menunggu Godot (Waiting for Godot) dinilai layak mendapat Nobel karena dianggap sebagai lakon yang sangat religius: pengharapan yang tidak pernah punah. Kepada sekretarisnya, Beckett minta agar ia mengirim sederetan nama-nama teman-teman seniman lengkap dengan nomor rekening mereka. Seluruh jumlah hadiah itu dibagi-bagikan kepada teman-temannya. Becket sendiri tidak sepeser pun menggunakannya.
  4. Salah satu penyair dan penulis besar yang pernah dimiliki Rusia adalah Boris Leonidovich Pasternak. Karya novel epiknya yang sangat terkenal, Dr. Zhivago adalah gambaran sebuah tragedi yang peristiwanya terjadi di seputar masa terakhir Kekaisaran Rusia dan hari-hari awal Uni Soviet. Pada Oktober 1958, Pasternak dianugerahi Hadiah Nobel dalam Sastra, "untuk pencapaian pentingnya dalam puisi lirik kontemporer dan di bidang tradisi epik Rusia." Pemerintah Uni Soviet, yang sangat tidak senang dengan penggambaran kehidupan yang keras di bawah komunisme dalam tulisannya, memaksanya menolak Penghargaan tersebut dan mengeluarkannya dari Persatuan Penulis Uni Soviet. Walaupun tak dikirim ke pembuangan atau penahanan, semua terbitan terjemahannya tertunda hingga membuat dirinya jatuh miskin alias kere. Namun, tahukah Anda, dulu Pasternak pernah mencoba masuk dinas militer dan ditolak hanya karena gara-gara kakinya panjang sebelah?

Sumber dan sumber foto: http://www.wikipedia.org/


posted by FerryHZ at 2:13 PM | Permalink | 0 comments
Kisah sedih Boris Pasternak dan Nobel sastra

BORIS PASTERNAK
(1890-1960)



Boris Pasternak dan Nobel Sastra

Pada Oktober 1958, Pasternak dianugerahi Hadiah Nobel dalam Sastra, "untuk pencapaian pentingnya dalam puisi lirik kontemporer dan di bidang tradisi epik Rusia." Pemerintah Uni Soviet, yang tak senang dengan penggambaran kehidupan yang keras di bawah komunisme, memaksanya menolak Penghargaan Nobel Sastra dan mengeluarkannya dari Persatuan Penulis Uni Soviet. Meski tak dikirim ke pembuangan atau penahanan, semua terbitan terjemahannya tertunda dan ia jatuh miskin.

Tahun-tahun terakhir

Ia menulis buku lengkap terakhirnya Saat Udara Cerah, pada 1959. Di musim panas itu, ia memulai Kecantikan yang Buta, sebuah drama tentang seorang seniman yang diperbudak selama masa perbudakan di Rusia, namun jatuh sakit akibat kanker paru-paru sebelum ia menyelesaikannya. Pasternak meninggal di rumahnya di Peredelkino, pada malam 30 Mei 1960. Saat mendengar kematiannya, ribuan orang berdatangan dari Moskow untuk menghadiri pemakannya. Bagi orang Rusia, ia tetap menjadi lambang perlawanan terhadap teror dan penindasan.

Pada 1988, Persatuan Penulis Soviet mendudukan Pasternak kembali secara anumerta, membuat penerbitan Dr. Zhivago di Uni Soviet menjadi mungkin. Putera Pasternak, Evgenii, menerima medali Penghargaan Nobel atas peringatan ayahnya di Stockholm pada 1989.

Karya-karya pilihan

Puisi


* Kembar di Awan (1914)

* Di Atas Penghalang (1916)

* Tema dan Variasi (1917)

* Saudariku, Hidup (1922)

* Di Kereta Awal (1944)

* Saat Udara Cerah (1959)


Prosa

* Tindakan Penyelamatan (1931)

* Kelahiran Kedua (1932)

* Masa Kecil (1941)

* Esai dalam Otobiografi (1956)

* Dr. Zhivago (1957)

Terjemahan

* Terjemahan Shakespears oleh Boris Pasternak (1978)



posted by FerryHZ at 9:36 AM | Permalink | 0 comments
Penerima Nobel Sastra dari tahun 1901-2007


Penghargaan Nobel dalam Sastra diberikan pada orang yang "karyanya paling bagus dan memiliki idealisme yang maju". "Karyanya" biasanya menunjuk ke karya pengarang secara keseluruhan, tidak kepada karya satuan, namun karya satuan kadangkala disebut dalam penghargaan ini. Akademi Swedia menentukan siapa yang akan menerima penghargaan ini setiap tahun.

Di bawah ini adalah para penerima hadiah Nobel dalam sastra sejak 1901:

Abad ke-20

* 1901-Sully Prudhomme (Prancis)

* 1902-Christian Matthias Theodor Mommsen (Jerman)

* 1903-Bjørnstjerne Martinus Bjørnson (Swedia-Norwegia)

* 1904-Frédéric Mistral (Prancis)

José Echegaray y Eizaguirre (Spanyol)

* 1905-Henryk Adam Aleksander Pius Sienkiewicz (Polandia Kongres)

* 1906-Giosuè Carducci (Italia)

* 1907-Joseph Rudyard Kipling (Inggris)

* 1908-Rudolf Christoph Eucken (Jerman)

* 1909-Selma Ottilia Lovisa Lagerlöf (Swedia)

* 1910-Paul Johann Ludwig von Heyse (Jerman)

* 1911-Pangeran Maurice Polydore Marie Bernard Maeterlinck (Belgia)

* 1912-Gerhart Hauptmann (Jerman)

* 1913-Rabindranath Tagore (India)

* 1915-Romain Rolland (Prancis)

* 1916-Carl Gustaf Verner von Heidenstam (Swedia)

* 1917-Karl Adolph Gjellerup (Denmark) dan Henrik Pontoppidan (Denmark)

* 1919-Carl Friedrich Georg Spitteler (Swiss)

* 1920-Knut Hamsun (Norwegia)

* 1921-Anatole France (Prancis)

* 1922-Jacinto Benavente Martínez (Spanyol)

* 1923-William Butler Yeats (Irlandia)

* 1924-Władysław Stanisław Reymont (Polandia)

* 1925-George Bernard Shaw (Irlandia)

* 1926-Grazia Deledda (Italia)

* 1927-Henri-Louis Bergson (Prancis)

* 1928-Sigrid Undset (Norwegia)

* 1929-Paul Thomas Mann (Republik Weimar)

* 1930-Harry Sinclair Lewis (AS)

* 1931-Erik Axel Karlfeldt (Swedia)

* 1932-John Galsworthy (Inggris)

* 1933-Ivan Alekseyevich Bunin (Uni Soviet)

* 1934-Luigi Pirandello (Italia)

* 1936-Eugene Gladstone O'Neill (AS)

* 1937-Roger Martin du Gard (Prancis)

* 1938-Pearl Sydenstricker Buck (AS)

* 1939-Frans Eemil Sillanpää (Finlandia)

* 1944-Johannes Vilhelm Jensen (Denmark)

* 1945-Gabriela Mistral (Chili)

* 1946-Hermann Hesse (Swiss-Jerman)

* 1947-André Paul Guillaume Gide (Prancis)

* 1948-Thomas Stearns Eliot (AS)

* 1949-William Cuthbert Faulkner (AS)

* 1950-Earl Bertrand Arthur William Russell (Inggris)

* 1951-Pär Fabian Lagerkvist (Swedia)

* 1952-François Charles Mauriac (Prancis)

* 1953-Winston Churchill (Inggris)

* 1954-Ernest Miller Hemingway (AS)

* 1955-Halldór Kiljan Laxness (Islandia)

* 1956-Juan Ramón Jiménez Mantecón (Spanyol)

* 1957-Albert Camus (Prancis)

* 1958-Boris Leonidovich Pasternak (Борис Леонидович Пастернак) (Uni Soviet)

* 1959-Salvatore Quasimodo (Italia)

* 1960-Saint-John Perse (Prancis)

* 1961-Ivo Andrić (Yugoslavia)

* 1962-John Ernst Steinbeck (AS)

* 1963-Giorgos Seferis (Yunani)

* 1964-Jean-Paul Sartre (Prancis), menolak

* 1965-Mikhail Aleksandrovich Sholokhov (Михаил Александрович Шолохов) (Uni Soviet)

* 1966-Shmuel Yosef Agnon (Israel) dan Nelly Sachs (Jerman-Swedia)

* 1967-Miguel Ángel Asturias Rosales (Guatemala)

* 1968-Kawabata Yasunari (Jepang)

* 1969-Samuel Barclay Beckett (Irlandia)

* 1970-Aleksandr Isayevich Solzhenitsyn (Алекса́ндр Иса́евич Солжени́цын) (Uni Soviet)

* 1971-Pablo Neruda (Chili)

* 1972-Heinrich Theodor Böll (Jerman Barat)

* 1973-Patrick Viktor Martindale White (Australia)

* 1974-Eyvind Johnson (Swedia)

Harry Edmund Martinson (Swedia)

* 1975-Eugenio Montale (Italia)

* 1976-Saul Bellow (Kanada/AS)

* 1977-Vicente Pío Marcelino Cirilo Aleixandre y Merlo (Spanyol)

* 1978-Isaac Bashevis Singer (AS)

* 1979-Odysseas Elytis (Yunani)

* 1980-Czesław Miłosz (Polandia/AS)

* 1981-Elias Canetti (Inggris)

* 1982-Gabriel García Márquez (Kolombia)

* 1983-Sir William Gerald Golding (Inggris)

* 1984-Jaroslav Seifert (Cekoslowakia)

* 1985-Claude Simon (Prancis)

* 1986-Akinwande Oluwole Soyinka (Nigeria)

* 1987-Joseph Brodsky (Rusia/AS)

* 1988-Naguib Mahfouz (Mesir)

* 1989-Camilo José Cela Trulock (Spanyol)

* 1990-Octavio Paz Lozano (Meksiko)

* 1991-Nadine Gordimer (AfSel)

* 1992-Derek Alton Walcott (St. Lucia)

* 1993-Toni Morrison (AS)

* 1994-Kenzaburo Oe (大江 健三郎)(Jepang)

* 1995-Seamus Justin Heaney (Irlandia)

* 1996-Wisława Szymborska (Polandia)

* 1997-Dario Fo (Italia)

* 1998-José de Sousa Saramago (Portugal)

* 1999-Günter Grass (Jerman)

Abad ke-21

* 2000-Gao Xingjian (高行健) (Prancis)

* 2001-Vidiadhar Surajprasad Naipaul (Inggris)

* 2002-Imre Kertész (Hongaria)

* 2003-John Maxwell Coetzee (Afrika Selatan)

* 2004-Elfriede Jelinek (Austria)

* 2005-Harold Pinter (Inggris)

* 2006-Ferit Orhan Pamuk (Turki)

* 2007-Doris Lessing (Inggris)


Sumber: Wikipedia


posted by FerryHZ at 9:29 AM | Permalink | 0 comments
Nadine Gordimer



Nadine Gordimer (lahir tahun 1923) adalah novelis dan cerpenis asal Afrika Selatan yang menerima penghargaan Nobel Sastra pada tahun 1991. Kebanyakan karya Nadine berhubungan dengan tema-tema moral dan psikologis negaranya yang terpecah oleh rasisme. Ia juga pendiri organisasi Congress of South African Writers. Bahkan saat rezim apartheid sedang dalam masa puncak, ia tak pernah meninggalkan negerinya.

Nadine Gordimer dilahirkan di sebuah keluarga kaya di daerah Springs, Transvaal, sebuah kota pertambangan di wilayah East Rand di luar kota Johannesburg. Daerah itu jugalah yang menjadi latar novel pertamanya "The Lying Days" (1953). Ayahnya adalah seorang Yahudi, pedagang perhiasan yang berasal dari Latvia, sedangkan ibunya berdarah Inggris. Sejak kecil, Gordimer menyaksikan bagaimana minoritas kulit putih terus mengurangi hak-hak kaum mayoritas kulit hitam. Gordimer dididik di sebuah sekolah yang ketat. Ia hanya menghabiskan setahun di Universitas Witwaterstrand, Johannesburg tanpa meraih gelar.

Sering dikurung di dalam rumah oleh ibunya yang selalu membayangkan bahwa ia memiliki kelainan jantung, Gordimer mulai menulis ketika berusia sembilan tahun. Cerpen pertamanya, "Come Again Tomorrow" sudah dimuat di halaman anak-anak majalah Forum ketika ia berusia
empat belas tahun. Umur dua puluh, karya-karya Gordimer sudah banyak dipublikasikan di banyak majalah setempat. Tahun 1951, The New Yorker menerima salah satunya dan sejak itu menjadi penerbit karya-karyanya.

Dalam kumpulan cerpen pertamanya "Face to Face" (1949), yang sering tidak tercantum dalam biografi-biografi tentangnya, Gordimer mengungkapkan akibat psikologis dari politik diskriminasi yang terjadi di negaranya.

Novel "The Lying Days" (1953) kebanyakan ditulis berdasarkan pengalaman hidupnya sendiri. Di situ, ditampilkan tokoh seorang gadis kulit putih bernama Helen yang dari waktu ke waktu semakin mengalami ketidakpuasan terhadap kehidupan masyarakat sebuah kota kecil yang berpikiran sempit. Karya lain di tahun 1950 dan 1960-an meliputi "A World of Strangers" (1958), "Occasion for Loving" (1963), dan "The Late Bourgeois World" (1966). Melalui novel- novelnya tersebut, Gordimer mempelajari hubungan majikan-pembantu, ketakutan (paranoia) kejiwaan dan seksual terhadap kolonialisme, dan kebebasan palsu yang dimiliki kaum kulit putih seperti dirinya.

"Occasion for Loving" memberi tekanan pada "barisan kata dalam sebuah buku peraturan", yakni hukum rasis negara Afrika Selatan yang kejam. Ceritanya adalah mengenai cinta terlarang antara seorang pria kulit hitam dan wanita kulit putih yang berakhir dengan pahit. Tokoh-tokohnya meliputi Ann Davis yang menikahi seorang pria Yahudi bernama Boaz Davis, seorang peneliti yang penuh dedikasi, yang bepergian ke seluruh negeri dalam rangka meneliti musik Afrika. Gideon Shibalo, seorang pelukis berbakat, seorang kulit hitam, yang sudah menikah meski juga memiliki beberapa hubungan rahasia. Ada juga Nyonya Jessie Stilwell, seorang wanita bebas namun peragu, wanita penghibur yang menyediakan diri untuk cinta mereka yang suka melanggar aturan.

Gordimer mendapatkan pengakuan dari dunia internasional berkat cerpen dan novel-novelnya. "The Conversationist" (1974) membandingkan dunia kaum industrialis kulit putih yang kaya raya dengan tradisi dan mitologi bangsa Zulu. "Burger’s Daughter" (1979) ditulis selama masa kebangkitan Soweto (South Western Townships). Berkisah tentang seorang anak perempuan yang menganalisa hubungan antara dirinya dengan ayahnya, seorang martir dalam pergerakan anti apartheid. "July’s People" (1981) adalah sebuah novel futuristis tentang sebuah keluarga kulit putih dari Johannesburg yang turut menjadi korban akibat pecahnya perang di negeri tersebut, di mana mereka pergi bersama pelayan Afrikanya untuk mencari tempat mengungsi di dusunnya.

Kumpulan cerpen Gordimer di masa-masa awal di antaranya termasuk "Six Feet of the Country" (1956), "Not for Publication" (1965), dan "Livingstone’s Companions" (1971). Fakta sejarah tentang rakyat yang dipisahkan akibat rasisme juga adalah dasar penting dalam cerpen- cerpennya. Dalam cerpen Oral History di buku "A Soldiers Embrace" (1980), tokoh kepala desa memperoleh jabatannya berdasar hasil pilihan kubu penindas. Setelah desanya dimusnahkan, ia pun bunuh diri. Gordimer dengan tenang mengkaji tindakan tokoh protagonisnya, menghubungkan kejadian tragis tersebut dengan tradisi panjang dari peraturan kolonial. Dengan mengambil latar belakang perang kemerdekaan di Zimbabwe (1966-1980), Gordimer menggunakan pohon Mopane sebagai simbol kehidupan dan kematian –- kepala desa tersebut gantung diri di pohon Mopane, mayatnya dikubur di bawah pohon Mopane dan akhirnya pohon tersebut menjadi simbol dari konsolidasi.

Sejak 1948, Gordimer tinggal di Johannesburg. Ia juga mengajar di beberapa universitas di Amerika Serikat sepanjang tahun 1960-1970-an. Gordimer telah menulis buku nonfiksi tentang Afrika Selatan dan membuat film dokumenter televisi, yang paling terkenal adalah saat ia bekerja sama dengan putranya, Hugo Cassirer, dalam film "Choosing Justice: Allan Boesak". Dalam buku "The House Gun" (1998) Gordimer mengeksplorasi rumitnya kekerasan yang terjadi di masyarakat pasca- apartheid lewat sebuah kisah tentang usaha pembunuhan. Dua orang kulit putih yang memilki hak bebas, Harald dan Claudia Lindgard menghadapi kenyataan bahwa putra mereka yang seorang arsitek, Duncan telah membunuh temannya, Carl Jesperson.

"Karya fiksi terakhirnya menunjukkan sebuah kesiapan menyambut dan menghadapi jalan dan cara pandang dunia yang baru," tulis sastrawan J.M. Coetzee saat mengomentarinya di The New York Review of Books (Oktober 2003). Dalam "The Pick Up" (2001), seting utamanya mengingatkan beberapa hal di film terkenal "Les Parapluies de Cherbourg" (1962) yang dibintangi Catherine Deneuve dan Nino Castelnuovo. Julie adalah putri seorang bankir kaya. Satu kali mobilnya rusak dan di bengkel ia bertemu Ibrahim, seorang imigran gelap yang berasal dari sebuah negara Arab. Dua anak muda dari budaya berbeda itu mulai terlibat hubungan asmara. Meski latar belakang mereka memisahkan keduanya, seks berhasil menerobos semua hambatan budaya, namun tidak bisa menghentikan keinginan Ibrahim akan uang dan kesuksesan, hal-hal yang ditawarkan budaya Barat. "Amatlah sulit untuk menuliskan tentang kekuatan seks dengan cara yang indah," kata Andrew Sullivan di New York Times (16 Desember 2001), "karena diperlukan kemampuan untuk mampu mengangkat manusia dari dunia yang mengotak-kotakkan mereka, diperlukan kualitas luar biasa yang jarang ada." Namun, Gordimer menulis hal tersebut dengan mudahnya hingga kita pun bisa melihat pencapaiannya tersebut dengan jelas. Tema lain dalam buku itu adalah kedewasaan Julie. Saat Ibrahim harus dideportasi dari Afrika Selatan, ia memaksa untuk meninggalkan negaranya bersama dia. Julie menikahi Ibrahim dan menetap di tanah air suaminya. (t/Ary)


Diterjemahkan dan disunting dari:
Judul asli : Nadine Gordimer (1923-)
Tahun terbit : 2003
Situs : http://www.kirjasto.sci.fi/gordimer.htm


posted by FerryHZ at 2:37 AM | Permalink | 0 comments
Sunday, October 28, 2007
Novel Sejarah: Trend 2007?

Artikel lama dari Republika tentang trend novel 2007. Sampai bulan Oktober 2007 (penghujung tahun) ternyata novel genre sejarah masih di sukai, terbukti dengan laris manisnya novel Candi Murca karangan Langit Kresna Hariadi, maka tidak ada salahnya saya sampaikan ulasan ini di blog saya.



Sudah banyak novel sejarah hadir dalam khazanah sastra kita. Waktu SD, saya sempat baca Suropati dan sekuelnya, Robert Anak Suropati (Abdul Muis) sampai menangis-nangis. Di zaman kini orang boleh berdebat mana lebih menarik atau berhasil mengolah sejarah, misalnya antara Ronggeng Dukuh Paruk (Ahmad Tohari) atau katrologi Bumi Manusia (Pramoedya Ananta Toer).

Remy Sylado juga intens mengolah tema ini, Hermawan Aksan menulis Dyah Pitaloka: Senja di Langit Majapahit, Emil W Aulia menulis Berjuta-Juta dari Deli. Persis pada momen bersejarah, 30 September, Noorca M Massardi tahun lalu meluncurkan September, novel sejarah setebal 619 hlm yang ditulis dengan gaya parodi.

Novel sejarah senantiasa fokus pada konteks periode, sosial-politik, dan tempat. Genre ini sudah lama melibatkan tanggung jawab para penulisnya agar memberi gambaran yang sebenarnya tentang sebuah zaman atau fakta. Indonesia kaya peristiwa dan sejarah, tapi tampaknya upaya pencatatan sejarah bisa dibilang masih minimal. Asvi Warman Adam, misalnya, pernah mengajukan Pramoedya Ananta Toer sebagai anggota kehormatan MSI (Masyarakat Sejarah Indonesia), meski ditolak.

Tanpa bermaksud menerka-nerka, dari akhir 2006 ke awal 2007 ini kita mudah mendapati novel yang menggali khazanah sejarah, baik karya penulis Indonesia maupun terjemahan. Sekadar mencatat: Tiga Serangkai meneruskan penerbitan trilogi Gajah Mada (Langit Kresna Hadi), Qanita merilis Gelang Giok Naga (Leny Helena), Jalasutra menerbitan Schindler's List (Thomas Keneally), GPU menghadirkan The Historian (Elizabeth Kostova), diteruskan Aditera-Syaamil menerbitkan Pitaloka: Cahaya (Tasaro), sebentar kemudian Matahati menyusul menerbitkan Kisah 47 Ronin (John Allyn).

Saya membatin, banyaknya fiksi sejarah yang terbit di awal 2007 ini apa bukan tanda bahwa genre ini bakal jadi trend hingga akhir tahun nanti? Tentu sulit mengira-ngira. Buku sejenis terbit beruntun sering menimbulkan tanya, apa semua direncanakan, atau penerbit membaca gejala serupa dan menyiapkan respons sebaik-baiknya?

Contoh judul tersebut memberi dua mode pendekatan dalam fiksi sejarah, yaitu (1) catatan dari kejadian nyata, merupakan hasil dari serangkaian riset maupun pembacaan serius atas peristiwa masa lalu; (2) menggunakan periode dan kejadian sejarah sebagai latar belakang suatu kisah.

Buku yang mengolah mode penulisan pertama misalnya Gajah Mada, Schindler's List, Pitaloka: Cahaya, dan Kisah 47 Ronin. Para penulisnya tentu mesti mengumpulkan rincian beragam kisah tentang subjek bersangkutan, baru memutuskan apa sebaiknya mengagungkan seserpih kisah tertentu atau meleburnya menjadi bagian dari peristiwa lain.

Hermawan Aksan mengaku menghabiskan lebih dari satu bulan untuk berkutat dengan segala jenis arsip yang mendukung penulisan Dyah Pitaloka, Thomas Keneally mesti mengunjungi berbagai narasumber yang tersebar di berbagai benua, John Allyn berusaha menghidupkan lagi kisah heroik di Jepang yang terjadi dua abad lalu. Kadar faktual kesejarahannya lebih kental.

Jenis kedua dengan baik diwakili Gelang Giok Naga dan The Historian. Kedua novel ini memanfaatkan peristiwa dan periode sejarah tertentu, lalu dengan halus menyelipkan kisah. Leny Helena di Gelang Giok Naga memanfaatkan sejarah panjang dinamika akulturasi etnis Tionghoa Indonesia, termasuk waktu masa gelap dan periode menyakitkan bersamaan kelahiran Reformasi '98. Sementara, Elizabeth Kostova menelaah banyak arsip dan mitologi tentang vampir di berbagai tempat dan periode, menemukan hal baru yang mengejutkan.

Upaya menerbitkan novel sejarah patut terus diupayakan agar kita dapat tambahan wawasan. Dalam konteks keindonesiaan, bagaimana upaya meningkatkan penulisan fiksi sejarah, mengumpulkan, mengolah, dan menarik kesimpulan dari data-fakta sejarah maupun arsip, catatan, dan surat, tentu akan semakin menarik bila kita bisa sekalian mendapat pengajaran dan peristiwa masa lalu, karena kita seakan-akan berkesempatan bisa membangun masa depan lebih baik.

Manusia bermain-main dengan kenyataan dan cerita yang pernah didengarnya. Mereka menafsir sesuai penglihatan atau keyakinan, dan itu bisa membuat pandangan bisa jadi sangat berbeda. Di dalam Dyah Pitaloka, Gajah Mada menjadi oknum. Sementara, di dalam Gajah Mada, dia jadi protagonis. Genre ini memungkinkan aspek sejarah atau tokoh yang selama ini tersingkir atau sulit meraih perhatian massa secara pantas bisa maksimal menampilkan kualitas diri maupun peran yang dulu dia ambil.

(Anwar Holid )


Sumber: http://www.republika.co.id/koran_detail.asp?id=287453&kat_id=319




posted by FerryHZ at 2:26 PM | Permalink | 0 comments
Saturday, October 27, 2007
Penerbit Adhiyasa Press membutuhkan naskah
Sekedar nyampaikan berita, keterangan lengkapnya silakan hubungi alamat dan kontak terkait di bawah ini:


Penerbit Adhiyasa Press membuka kesempatan kepada para penulis untuk mengajukan dan mengirimkan naskahnya kepada Penerbit Adhiyasa Press. Penerbit akan mempelajari naskah yang diajukan, jika naskah Anda layak terbit, maka akan dihubungi secepatnya. Karena itu, pastikan Anda menulis nomor kontak yang benar saat mengajukan naskah Anda.

Adapun kualifikasi tulisan yang kami inginkan adalah sebagai berikut:
A. Naskah Non Fiksi
1. Tulisan bernafaskan Islam dengan segementasi bacaan keluarga, wanita, remaja, dan untuk umum.
2. Ditulis secara ringan dan populer.
3. Memiliki nilai jual (selling point)
4. Tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan tidak pula menabrak norma-norma agama dan masyarakat.

B. Naskah Fiksi
1. Berbentuk novel (bukan kumpulan cerpen) yang bernafaskan Islam (novel Islami).
2. Segmentasi bacaan untuk remaja dan umum.
3. Ditulis dengan ringan, enak dibaca, dan populer.

Ketentuan teknis:
1. Ditulis dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
2. Sesuai dengan EYD yang terbaru.

Cara Mengajukan Naskah:
1. Kirim naskah dalam bentuk print out dan soft file.
2. Buatlah abstraksi naskah Anda.
3. Buatlah pula selling point (nilai jual) naskah Anda (menurut Anda).
4. Sertakan nama dan alamat jelas dan nomor kontak yang bisa dihubungi.

Kirim ke:
Penerbit Adhiyasa Press
Jl. H. Abdul Ghani, Bulak I No. 27
Cempaka Putih - Ciputat
Tangerang 15412
Telp. (021) 7011 9494

atau ke:
adhiyasa_press@yahoo.co.id
(Bagi yang kirim lewat e-mail tidak perlu mengirim naskah print out).

Salam,
Adhi Lukmana
(CEO Adhiyasa Press)


posted by FerryHZ at 10:28 PM | Permalink | 0 comments
Elemen penyusun novel Da Vinci Code

Masih tentang novel Da Vinci Code, di bawah ini adalah beberapa elemen penyusun yang menurut saya menjadi bumbu penyedap novel tersebut.


Pentagram

adalah sebuah lambang berbentuk bintang berujung lancip lima yang digambar dengan lima garis lurus. Kata pentagram sendiri berasal dari bahasa Yunani πεντάγραμμον (pentagrammon), bentuk kata kerja dari πεντάγραμμος (pentagrammos) atau πεντέγραμμος (pentegrammos), sebuah kata yang mempunyai makna "bergaris lima" atau "lima garis".

Nama tersebut menunjukkan bahwa pentagram bukanlah hanya sebuah bintang berujung lancip lima: lambang ini mesti terdiri dari lima garis, sehingga pentagram harus menunjukkan bagian dalamnya tersebut.

Planet Venus dan pemujaan dewi Venus telah dikaitkan dengan pentagram sejak zaman kuno. Jika dilihat dari Bumi dengan latar belakang rangkaian bintang (Zodiac), Venus membentuk sebuah bintang berujung lancip lima mengelilingi Matahari setiap delapan tahun sekali, dan kembali tepat ke letak awalnya setelah siklus sepanjang empat puluh tahun.

Pentagram digunakan secara simbolis pada masa Yunani kuno dan Babilonia. Pentagram dihubungkan dengan dunia sihir, dan banyak orang yang mempunyai kepercayaan paganisme mengenakan kalung berbentuk pentagram. Agama Kristen pernah menggunakan pentagram dengan umum untuk melambangkan lima luka Yesus, namun umat Kristen saat ini mengaitkan bentuk tersebut dengan Setan. Meskipun begitu, kebanyakan orang yang menggunakan bentuk ini bukanlah pemercaya Setan.

Pentagram yang sempurna paling mudah digambar dengan menggambar sebuah pentagon, menghubungkan sudut-sudutnya dengan garis dan menghapus pentagon yang terlebih dahulu digambar (Hal ini juga menunjukkan bahwa pentagram adalah poligon bintang {5/2}.)

Anagram

adalah salah satu jenis permainan kata, di mana huruf-huruf di kata awal biasa diacak untuk membentuk kata lain atau sebuah kalimat. Anagram sering dipakai sebagai kode. Permainan yang menggunakan anagram antara lain adalah Scrabble dan Boggle. Dalam kedua permainan ini, pemain berusaha membentuk kata-kata dari huruf yg disediakan.

Dalam buku karangan Dan Brown, the Da Vinci Code, anagram dipakai untuk menyampaikan pesan kematian

Priory of Sion

Prieuré de Sion (Bahasa Inggris: Priory of Sion atau Priory of Zion) sejak 1970-an telah menjadi karakter protagonis misterius dalam berbagai karya fiksi dan non-fiksi. Digambarkan sebagai perkumpulan rahasia paling berpengaruh di dalam sejarah Dunia Barat, disebut-sebut sebagai Rosicrucian-esque ludibrium modern, tapi ada juga yang menyebutnya sebagai kabar bohong (hoax). Bukti-bukti yang mendukung keberadaan Priory of Sion hingga kini masih diragukan keasliannya oleh para ahli sejarah, akademisi, dan ilmuwan. Pernah ada sebuah biara pertapaan yang dikenal sebagai Priory of Sion, tetapi kepemilikannya telah diambilalih Yesuit pada 1617.

Ksatria Templar

Ordo militer Kristen terbesar dan paling kuat, Para Perwira Miskin Kristus dan Bait Salomo (Inggris: Poor Fellow-Soldiers of Christ and of the Temple of Solomon, Latin: pauperes commilitones Christi Templique Solomonici), berpusat di Yerusalem dan dikenal sebagai para Ksatria Templar (Knights Templar) yang dibentuk pada 1119, setelah Perang Salib Pertama pada 1096, untuk membantu Kerajaan Yerusalem melindungi kerajaannya, dan untuk memastikan keamanan para peziarah Eropa yang pergi ke Yerusalem.

Opus Dei

sebelumnya dikenal dengan Prelature of the Holy Cross and Opus Dei, adalah sebuah struktur Gereja Katolik Roma. Opus Dei didirikan pada 2 Oktober 1928, oleh pastur Spanyol [[Josemar��a Escriv��]]. Tujuan prelature ini adalah untuk menyumbangkan misi evangelisasi gereja dengan menyebarkan pesan bahwa setiap orang dipanggil untuk menjadi seorang santo/santa dan seorang apostle. Opus Dei mendorong Kristen dari seluruh kelas sosial untuk hidup secara konsisten dalam kepercayaan mereka di tengah keadaan biasa dari hidup mereka.

Paus Yohanes Paulus II meresmikan Opus Dei sebagai sebuah prelatur pribadi pada 1982, membuatnya bagian dari struktur hirarkikal Gereja Katolik Roma. Sebagai sebuah prelature, dia berada di bawah Kongregasi untuk Uskup dan memiliki prelate sendiri, "rohaniwan", dan "awam". Meskipun memiliki dukungan banyak pemimpin Katolik di seluruh dunia, Opus Dei telah dikritik di beberapa bagian selama sejarahnya, dan digambarkan oleh beberapa pengamat sebagai salah satu organisasi paling kontroversial dalam Gereja Katolik.

Dikanonisasi pada 2002, St. Josemaria mengajarkan bahwa dasar dari hidup Kristen adalah kesadaran menjadi seorang anak Allah. Opus Dei, katanya, menawarkan pelatihan kerohanian untuk warga negara biasa yang ingin mengubah pekerjaan sehari-hari mereka menjadi doa dan sebagai sebuah cara evangelisasi.

Illuminati

adalah sebuah persaudaraan kuno yang pernah ada dan diyakini masih tetap ada sampai sekarang walaupun tidak ada bukti - bukti nyata keberadaan persaudaraan ini sampai saat ini. Illuminati berarti Pencerahan Baru. Para penganut Illuminati disebut Illuminatus yang berarti Yang Tercerahkan. Illuminati sebelumnya bernama Perfectibilists didirikan oleh Adam Weishaupt (1748-1811) seorang keturunan Yahudi yang lahir dan besar di Ingolstadt, memiliki latar belakang pendidikan sebagai seorang Jesuit yang lalu menjadi seorang pendeta Katolik dan selanjutnya mengorganisasi House of Rothschild. Illuminatus adalah orang - orang yang mencari jawaban apa yang disebut agama sebagai misteri Tuhan. Menurut mereka dengan ilmu pengetahuan tidak ada lagi misteri Tuhan, semua ada jawabannya. Salah seorang Illuminatus yang terkenal adalah Galilei Galileo seorang ahli antropologi yang terpaksa harus dihukum rumah seumur hidup oleh gereja akibat membuat pernyataan bahwa pusat alam semesta yang bukan bumi adalah matahari. Pernyataan tersebut dianggap menyinggung gereja karena secara tidak langsung menyatakan bahwa Tuhan dengan sengaja menempatkan pusat kehidupan di planet lain. Sejak saat itu illuminatus diburu oleh para kaum gereja. Mereka diburu dan diberi stamp salib didada mereka baru kemudian dibunuh. Illuminati kemudian bergerak dari bawah tanah sebagai sebuah kelompok rahasia yang paling dicari oleh gereja. Para illuminatus yang melarikan diri kemudian bertemu dengan kelompok rahasia lainnya yaitu kelompok ahli batu yang bernama Freemasonry atau lebih sering disebut sebagai kelompok Mason.

Deret Fibonacci

Angka Fibonacci memiliki satu sifat menarik. Jika kita membagi satu angka dalam deret tersebut dengan angka sebelumnya, akan didapatkan sebuah angka hasil pembagian yang besarnya sangat mendekati satu sama lain. Nyatanya, angka ini bernilai tetap setelah angka ke-13 dalam deret tersebut. Angka ini dikenal sebagai "golden ratio" atau "rasio emas". Hasil baginya adalah: 1,618

GOLDEN RATIO (RASIO EMAS) = 1,618

233 / 144 = 1,618

377 / 233 = 1,618

610 / 377 = 1,618

987 / 610 = 1,618

1597 / 987 = 1,618

2584 / 1597 = 1,618


Penemu Deret ini adalah L. Pisano Fibonacci

posted by FerryHZ at 8:13 PM | Permalink | 0 comments
Anatomi Novel Da Vinci Code
Artikel di bawah ini saya ambil dari Wikipedia. Novel lama tetapi fenomenanya masih terasa. Lumayan untuk bisa sedikit membedah isi perutnya.


SEKILAS DA VINCI CODE


The Da Vinci Code adalah sebuah novel karangan Dan Brown seorang penulis Amerika dan diterbitkan pada 2003 oleh Doubleday Fiction (ISBN 0385504209). Buku ini adalah salah satu buku terlaris di dunia dengan 36 juta eksemplar (hingga Agustus 2005) dan telah diterjemahkan ke dalam 44 bahasa, termasuk Indonesia. Di Indonesia diterbitkan oleh penerbit Serambi Ilmu Semesta (ISBN 979335807) pada tahun 2004.

Menggabungkan gaya detektif, thriller dan teori konspirasi, novel ini telah membantu mempopulerkan perhatian terhadap sebuah teori-teori tentang legenda Piala Suci (Holy Grail) dan peran Maria Magdalena dalam sejarah Kristen - teori-teori yang oleh Kristen dipertimbangkan sebagai ajaran sesat dan telah dikritik sebagai sejarah yang tidak akurat. Buku ini adalah bagian kedua dari trilogi yang dimulai Dan Brown dengan novel Malaikat dan Iblis (Angels and Demons) pada tahun 2000, di mana diperkenalkan karakter Robert Langdon. Pada November 2004, Random House menerbitkan "Edisi Spesial Ilustrasi", dengan 160 ilustrasi yang berselingan dengan teks.

Buku ini dibuka dengan pengakuan Dan Brown bahwa "Semua deskripsi karya seni, arsitektur, dokumen, dan ritus rahasia dalam novel ini adalah akurat," walaupun klaim ini diperdebatkan oleh para sarjana akademisi dalam diskusi-diskusi buku (lihat: Kritik tentang The Da Vinci Code dan daftar bacaan lain terlampir dibawah).

Klaim alur cerita mengatakan bahwa Gereja Katolik telah terlibat dalam konspirasi untuk menutupi cerita Yesus yang sebenarnya. Ini menyiratkan bahwa Vatikan dengan sadar mengetahui sedang hidup dalam suatu kepalsuan, tetapi mengerjakan sesuatu demi menjaga kekuasaannya. Para penggemar memuji bahwa buku ini kreatif, walaupun kritikus juga menyerang dengan mengatakan ketidakakuratannya dan tulisan yang buruk, dan mengutuk pendirian yang kontroversial pada peran Gereja Kristen.


DESKRIPSI

Buku ini menceritakan usaha Robert Langdon, Profesor "Simbologi Agama" di Universitas Harvard, untuk memecahkan misteri pembunuhan kurator terkenal Jacques Saunière (lihat Bérenger Saunière) dari Museum Louvre di Paris. Judul pada novel merujuk, di antaranya, fakta bahwa mayat Saunière ditemukan telanjang di dalam Louvre dan posisi seperti gambar terkenal Leonardo da Vinci, Vitruvian Man, dengan suatu pesan acak (cryptic) yang tertulis di samping tubuhnya dan sebuah Pentagram tergambar di perutnya dengan darahnya sendiri. Interpretasi dari pesan tersembunyi dalam karya terkenal Leonardo, termasuk Mona Lisa dan Perjamuan Terakhir, menjadi figur menyolok dalam pemecahan misteri ini.

Konflik utama pada novel ini seputar pemecahan dua misteri:

* Rahasia apa yang dilindungi Saunière sehingga mendorong pembunuhannya?

* Siapakah dalang di belakang pembunuhannya?

Novel ini mempunyai beberapa alur cerita yang berdampingan yang menyertakan tokoh-tokoh berbeda. Kemudian semua alur cerita berjalan bersama-sama dan terpecahkan pada akhir buku.

Kusutnya misteri membutuhkan solusi bagi rangkaian problem yang sangat sulit, mencakup anagram (permainan huruf-kata) dan teka-teki angka. Solusinya sendiri menemukan hubungan erat dengan kemungkinan lokasi Holy Grail dan dan suatu perkumpulan misterius yang disebut Priory of Sion, juga Knights Templar. Organisasi Katolik Opus Dei juga digambarkan secara menyolok dalam alur cerita.

Novel ini adalah buku kedua Brown di mana Robert Langdon adalah karakter utamanya. Buku sebelumnya Malaikat dan Iblis, mengambil latar di Roma dan bercerita tentang Illuminati.





posted by FerryHZ at 12:31 PM | Permalink | 0 comments
Thursday, October 25, 2007
TAHUKAH ANDA ?
> Novel ;
mempunyai reputasi sebagai hiburan ringan, kadang terkesan membosankan dan asal-asalan. Kesalahan akibat reputasi ini dibebankan pada kata 'novel' itu sendiri. Kata 'novel' berasal dari bahasa Latin 'novus', yang artinya 'baru'. Kemudian diserap menjadi bagian bahasa Inggris untuk menamakan sebuah cerita pendek (dari bahasa Itali), novella. Novella adalah sebuah prosa pendek yang biasanya berupa cerita baru, orisinil, dan sangat kontras dengan versi tradisionalnya.
Cerita di dalam novella memang dimaksudkan untuk menjadi sebuah kesenangan baru bagi para pembacanya. Biasanya sipembaca akan merespon, dan saat ini ada beberapa jenis novel: roman, agen rahasia, western, misteri, detektif, fiksi gotik, fiksi sains, novel sejarah, novel tentang tempat, novel psikologi, novel epistolari (dimana cerita biasanya dikisahkan melalui pertukaran surat), roman clef (membutuhkan sebuah 'kunci', atau informasi tambahan), novel pujaan, novel proletar, dan novel anti-modernisme.


>
Novel pertama ;

Cervantes , Gabriel Garca Mrquez, Rudyard Kipling, Ian Fleming, Alexander Solzhenitsyn, James Mitchener. Semuanya adalah penulis novel terkenal. Dan semuanya adalah pria. Tapi tahukah anda novel yang terkenal di dunia -- dan yang terbaik yang pernah ada pertamakalinya -- ternyata ditulis oleh seorang wanita, yaitu novelis Jepang bernama Murasaki Shikibu pada tahun 1007. Novelnya berjudul "The tale of Genji," bercerita tentang seorang pangeran yang mencari cinta dan kebijaksanaan. Novel ini kemudian di terjemahkan ke dalam bahasa Inggris menjadi 54 bab dan lebih dari 1.000 halaman.


> Gutenberg bukanlah penemu mesin cetak yang pertama?

Johannes Gutenberg selalu dianggap sebagai penemu mesin cetak di tahun 1454. Padahal orang Cinalah yang sebenarnya mencetak pada tahun 1040. Gutenberg tidak menyadari metode pencetakan ala orang Cina tersebut.



posted by FerryHZ at 9:40 PM | Permalink | 0 comments
Wednesday, October 24, 2007
KAKI, DATA dan LEBARAN

Lebaran selalu menjadi hari yang ditunggu-tunggu. Selalu ada kegembiraan di lebaran. Ketupat, baju baru dan persiapan uang saku buat keponakan-keponakan. Selalu menyenangkan.

Tapi musibah bisa datang kapan saja. Bahkan di hari penuh gembira seperti hari raya idul fitri. Dan musibah yang saya alami berawal dari kaki. Bukan kaki siapa-siapa, tapi kakiku sendiri.

Musibah berawal ketika listrik mati tiba-tiba ketika computer lagi on. Lalu menyala lima menit kemudia. Komputer tak nyalakan lagi dan prosedur scan hardisk berjalan seperti biasane kalau computer warm boot. Karena dataku lumayan banyak (130-an Gyga) maka prosesnya lumayan lama. Semenit dua menit terus berjalan bikin hati gak sabar. Menit selanjutnya adalah deraan ketidaksabaran.

Ketika ketidaksabaran mendera, kebiasaan yang muncul adalah menggerakkan badan tak beraturan, menggoyang tubuh kekiri dan kanan. Tangan menggenggam kepala mencoba mendinginkan ketidaksabaran semakin menyiksa.

Lalu tegukan demi tegukan teh melewati kerongkongan, dengan misi yang sama, mendinginkan isi kepala. Tapi ketidaksabaran terus mendera.

Kali ini giliran kaki yang bergoyang. Pelan di awal lalu semakin keras. Ini jadi awal bencana selanjutnya ketika berada goyangan yang paling keras, sang kaki menghantam CPU. Komputer, untuk kedua kalinya tiba-tiba mati. Terjadi ketika proses scanning berjalan pada angka 55%.

Aku coba restart. Harddisk masih di kenali sebagai IDE 0, tapi gagal masuk Windows. Bahkan ke sitem operasi kedua (Win ME) juga gagal. Lemas rasanya badan ini, apalagi di harddisk ada naskah buku yang sudah jadi dan siap kirim. Beruntung lewat DOS aku masih bisa akses drive C dan D. Data juga masih kebaca.

Selanjutnya, harddisk tak coba jadikan slave. Di XP harddisk tak dikenali, justru pakai Win 98 data bisa kebaca. Aku coba selametkan data dengan proses copy. Beberapa berhasil tapi kebanyakan gagal. Lalu pakai Norton Commander by DOS, lumayan masih ada data penting yang selamet.

HD sudah terlalu banyak bad sector. Keputusan beli HD baru mesti di ambil, terpaksa monitor impian di tangguhkan dulu.

Alhamdullillah, mesti kehilangan banyak file naskah buku yang sudah jadi (selamet 160 halaman dari 240 halaman), keadaan mulai normal sekarang. Sedikit perjuangan di indahnya Idul Fitri kali ini.

Akhirnya, selamat Idul Fitri 1428 buat teman-teman semua. Mohon maaf lahir batin. Agak terlambat karena masalah komputer menghalangi saya untuk bekerja.

posted by FerryHZ at 8:02 PM | Permalink | 0 comments
Thursday, October 4, 2007
May end On October (Only The Good Die Young)

posted by FerryHZ at 10:30 PM | Permalink | 0 comments
Pemberontakan Pamuk dan Kecamuk Dua Dunia
Oleh: Anton Kurnia

TAK bisa dimungkiri, Orhan Pamuk adalah salah satu sastrawan terdepan dunia saat ini. The New York Times Book Review yang berwibawa itu menulis tentang Pamuk dengan pujian melangit, "Bintang baru telah terbit di Timur: Orhan Pamuk, seorang penulis Turki."

Reputasi internasional sastrawan Turki pemenang Hadiah Nobel Sastra 2006 ini melambung terutama setelah terbitnya Benim Adim Kirmizi (1998, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh Erdag M. Goknar sebagai My Name Is Red pada 2001). Novel yang terjemahan bahasa Indonesianya akan segera diterbitkan oleh penerbit Serambi itu membaurkan misteri pembunuhan, kisah cinta dan renungan filsafati yang berlatar di Istanbul --simbol tonggak kejayaan Islam yang terakhir-- pada abad keenam belas.

Dalam sebuah wawancara tentang novel yang ditulisnya selama enam tahun ini, Pamuk menegaskan pandangannya tentang betapa perbedaan hendaknya tidak menjadi alasan untuk bertikai dan saling membunuh, "Dua cara yang berbeda dalam melihat dunia dan bercerita ini tentu saja berkaitan dengan kebudayaan kita, sejarah kita, dan apa yang kini secara luas disebut identitas. Seberapa dalam mereka terlibat konflik? Dalam novel saya, mereka bahkan saling membunuh karena pertentangan antara Timur dan Barat ini. Namun, tentu saja, saya berharap para pembaca menyadari bahwa saya tidak percaya pada konflik ini. Karya seni yang baik muncul dari perpaduan beragam hal yang berasal dari aneka akar dan budaya, dan semoga My Name Is Red mampu menggambarkannya."

Novel ini setidaknya telah diterjemahkan ke dalam 25 bahasa dan memenangi sejumlah hadiah sastra internasional terkemuka, antara lain International IMPAC Dublin Literary Award 2003 (Irlandia).

Kini nama besar Pamuk semakin menjulang setelah Akademi Swedia menobatkannya sebagai pemenang Hadiah Nobel Sastra 2006 pada 12 Oktober silam. Untuk itu, ia berhak atas hadiah uang senilai 11 miliar rupiah. Seperti halnya saat hadiah bergengsi ini diberikan kepada Gabriel Garcia Marquez pada 1982, khalayak sastra dunia umumnya menganggap penobatan Pamuk sebagai sesuatu yang amat pantas.

Siapakah Orhan Pamuk?
Pamuk dilahirkan dalam sebuah keluarga kelas menengah yang makmur. Ayahnya adalah direktur utama pertama IBM Turki. Ferit Orhan Pamuk, demikian nama lengkapnya, dilahirkan di Istanbul pada 7 Juni 1952. Ia menghabiskan sebagian besar hidupnya di kota itu.

Riwayat pendidikannya agak rumit. Mula-mula ia mengambil jurusan arsitektur di Universitas Teknik Istanbul karena tekanan keluarganya yang berhasrat agar ia menjadi seorang insinyur. Namun, ia berhenti setelah tiga tahun kuliah dan memutuskan untuk menjadi seorang penulis sepenuh waktu. Ia kemudian lulus dari jurusan jurnalistik Universitas Istanbul pada 1977. Pamuk sempat menjadi dosen tamu di Universitas Columbia di New York City antara 1985 hingga 1988. Lalu, ia kembali ke kota kelahirannya.

Riwayat percintaannya juga penuh liku. Pamuk menikah dengan Aylin Turegen pada 1982, tetapi bercerai pada 2001. Keduanya memiliki seorang anak perempuan, Ruya (untuk putrinya inilah novel My Name is Red dipersembahkan). Kini Pamuk hidup menduda.

Pamuk yang pada awalnya lebih tertarik pada seni rupa mulai menulis secara serius pada 1974. Novel pertamanya, Karanlik ve Isik (Gelap dan Terang) memenangi sayembara penulisan novel Milliyet Press 1979. Novel ini kemudian diterbitkan dengan judul Cevdet Bey ve Ogullari (Tuan Cevdet dan Anak-anaknya) pada 1982, dan memenangi Hadiah Novel Orhan Kemal pada 1983. Novel keduanya, Sessiz Ev (Rumah yang Sunyi), beroleh Hadiah Madarali 1984. Sedangkan, novel historisnya, Beyaz Kale (Kastil Putih, 1985 --diterjemahkan ke bahasa Inggris sebagai White Castle pada 1990), mendapat Independent Foreign Fiction Prize di Inggris pada 1990 dan memperluas reputasinya di luar negeri.

Pamuk agak lambat menjadi terkenal di kalangan khalayak umum, tetapi novelnya Kara Kitap (Buku Hitam, 1990) menjadi salah satu bacaan paling kontroversial dalam sastra Turki karena kompleksitasnya. Novel keempat Pamuk, Yeni Hayat (Hidup Baru), menimbulkan sensasi di Turki saat terbit pada 1995 dan sempat menjadi buku terlaris dalam sejarah negeri itu.

Novel terakhir Pamuk adalah Kar (Salju, 2002 --diterjemahkan ke bahasa Inggris sebagai Snow, 2004), membahas konflik antara Islam dan Barat di Turki modern, dan meraih Prix Midicis untuk Novel Terjemahan Terbaik yang terbit di Prancis pada 2005. Pamuk juga menerbitkan karya nonfiksi, antara lain sebuah catatan perjalanan, Istanbul --Hatiralar ve Sehir (Istanbul --Kenangan dan Kota, 2003). Sejauh ini novel-novelnya laris terjual hingga ratusan ribu eksemplar di banyak negara dan telah diterjemahkan ke dalam lebih dari 30 bahasa.

Novel-novel Pamuk bercirikan kegamangan atau hilangnya identitas yang sebagian ditimbulkan oleh konflik antara nilai-nilai Eropa dan Islam. Karya-karyanya itu kerap menggelisahkan, dengan plot yang rumit dan memikat, serta penokohan yang kuat. Pada 2005, Orhan Pamuk mendapatkan Hadiah Perdamaian dalam Pameran Dagang Buku Jerman untuk karya-karya sastranya yang dianggap berhasil mengemukakan konflik nilai antara peradaban Barat-Eropa dan Islam-Turki.

Pamuk dan tekanan penguasa
Di negerinya yang penduduknya mayoritas Muslim, Pamuk dianggap pemberontak karena menentang fatwa hukuman mati terhadap Salman Rushdie dan membela hak-hak etnis minoritas Kurdi. Ia juga bicara lantang tentang hak-hak asasi manusia,
hak-hak perempuan, reformasi demokratis, dan isu-isu lingkungan hidup.

Setahun silam muncul tekanan politis dan dakwaan kriminal dari pemerintah Turkiterhadap Pamuk akibat pernyataannya dalam wawancara dengan Das Magazin, sebuah majalah terbitan Swiss pada Februari 2005. Dalam wawancara itu, Pamuk menyatakan, "Tiga puluh ribu orang Kurdi dan sejuta orang Armenia dibunuh di negeri ini dan tak seorang pun yang berani berbicara tentang hal ini, kecuali
saya."

Tekanan penguasa terhadap Pamuk mengundang reaksi internasional dan menghambat rencana masuknya Turki sebagai anggota Uni Eropa. Pada Desember 2005, Amnesti Internasional mengeluarkan pernyataan yang menyerukan agar Pamuk dibebaskan dari dakwaan. Dalam bulan itu juga, delapan sastrawan terkemuka dunia --Josi Saramago (Portugal), Gabriel Garcia Marquez (Kolombia), Gunter Grass (Jerman), Umberto Eco (Italia), Carlos Fuentes (Meksiko), Juan Goytisolo (Spanyol), John Updike (Amerika Serikat), dan Mario Vargas Llosa (Peru)-- menerbitkan pernyataan
bersama dan mengecam tuduhan atas Orhan Pamuk sebagai pelanggaran hak asasi manusia.

Ironisnya, sebagian rekan sebangsanya justru menyerang Pamuk karena dianggap terlalu menyudutkan bangsanya sendiri. Selain itu, sebagian pengamat curiga terhadap maksud Pamuk sesungguhnya di balik pernyataan kerasnya adalah agar ia mendapat Hadiah Nobel Sastra 2005 yang kemudian ternyata dianugerahkan kepada dramawan Inggris, Harold Pinter.

Terlepas dari segala kontroversi yang melingkupinya, melalui karya-karya
cemerlangnya Orhan Pamuk mengukuhkan diri sebagai sastrawan terkemuka dunia yang
tak jeri menyuarakan kesaksiannya dan terus berkarya.***

-------------------------------
Penulis, cerpenis, editor novel "My Name Is Red" karya Orhan Pamuk dalam edisi terjemahan bahasa Indonesia, dan penulis buku Ensiklopedia Sastra Dunia (2006).

sumber : http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2006/102006/21/khazanah/utama01.htm



posted by FerryHZ at 4:03 PM | Permalink | 0 comments
Tuesday, October 2, 2007
CINTA KUMBANG JANTAN PADA KUPU BERBINTIK BIRU



Hari menjelang malam ketika ceruk pohon flamboyan ramai oleh berbagai binatang malam. Ada beberapa ceruk pada batangnya yang menjadi tempat berkumpul segala jenis binatang. Beberapa di antaranya adalah ceruk besar yang menampung keramaian di malam hari.
Kunang-kunang berkumpul pada ceruk di bagian tengah sambil memberikan cahaya terangnya. Sekumpulan kutu dan ketonggeng berada di pinggiran ceruk besar itu, mengalah pada terangnya cahaya kunang-kunang. Pada ceruk lain yang lebih kecil, sekumpulan kumbang terlihat mabuk bersama rombongan migran cerpelai, kodok dan jangkrik bernyanyi sumbang dengan nada tanpa aturan. Gemerlap malam semakin ramai oleh suara kodok dan jangkrik mabuk.
Di bagian lain yang lebih tersembunyi, seekor kumbang dan seekor cerpelai duduk bersama. Mereka telah menjadi akrab oleh ikatan malam. Kumbang yang pada siang hari terbenam dan mencari makan di onggokan kotoran kerbau telah berganti rupa di malam hari, bermandikan wewangian bunga kesturi dan bau melati. Sedangkan cerpelai lebih senang berada di kegelapan malam sekedar untuk menanti datangnya pagi.
Seekor kupu-kupu melintas, menyebarkan aroma wangi dan keindahan warna birunya. Cahaya tipis menyelubungi seratus bintik biru di kedua sayapnya. Kunang-kunang tercengang. Rama-rama mendongak dan kumpulan kumbang menghentikan suara sumbangnya. Kupu-kupu berbintik biru telah menebarkan pesona melalui kepak sayapnya. Ceruk besar pohon flamboyan hening sekarang, terkalahkan oleh pesona si kupu bersayap biru.
"Siapa dia?" Tanya si Kumbang.
"Pendatang baru, belum pernah ku lihat sebelumnya." Cerpelai menguap.
"Cantik nian." Si kumbang masih tercengang.
"Ada seratus bintik biru di sayapnya." Lanjut si kumbang.
"Masing-masing memiliki harga, dan tidak murah." Kata cerpelai.
Si kumbang makin tercengang. Si kupu biru sekarang berada tepat di bagian tengah ceruk, di tengah lingkaran cahaya kunang-kunang. Cahaya kunang-kunang terpantul sayap biru kupu-kupu dan menjadi biru.
Seluruh ceruk menjadi biru. Si kumbang menjadi biru. Cerpelai juga menjadi biru. Dan kumbang makin tercengang. Cerpelai bicara sendiri. Cerpelai tahu temannya sedang jatuh cinta.
"Pergilah, beli dan ambil bintik birunya." Kata cepelai.
"Aku tidak punya cukup uang untuk sayap biru seindah itu, temanku." Kata Kumbang.
"Ambillah. Ini cukup untuk sekedar membeli sebintik warna birunya." Cerpelai menyodorkan setumpuk uang pada si Kumbang.
Si kumbang mengambil uang dari cerpelai dan bergegas menuju kupu-kupu biru. Langkahnya terhenti ketika seekor kelelawar jantan lebih dulu berada di samping kupu-kupu biru. Si kumbang hanya menatap diam ketika kupu-kupu biru terbang bersama kelelawar jantan. Hatinya sakit.
"Kamu harus membunuhnya." Kata cerpelai.
"Siapa?" Tanya si kumbang.
"Si kelelawar jantan. Kamu harus membunuhnya."
Si kumbang terdiam. Lama terdiam sampai kelelawar dan kupu-kupu biru kembali ke tengah ceruk.
Si kumbang segera terbang menuju arah tengah ceruk. Enerji cinta yang luar biasa memompa tenaga ke otot-ototnya. Lalu dia membunuh si kelewar jantan itu dengan bau busuk dan dua tanduk di kepalanya. Kelelawar terbunuh dengan darah hitam meleleh membasahi malam dan ceruk flamboyan.
Kumbang terengah-engah. Si kupu biru tak acuh. Si kumbang masih terengah ketika kembali pada cerpelai.
"Tinggal sembilanpuluh sembilan bintik biru." Katanya.
"Hmm..." Cerpelai tak peduli.
"Aku mau semua bintik birunya." Kata kumbang jantan.
"Cobalah, mungkin peruntunganmu ada padanya." Imbuh Cerpelai. Matanya menatap ufuk tak sabar menanti datangnya fajar.
Si kumbang kembali terbang menuju arah si kupu-kupu biru. Sekali lagi langkahnya terhenti ketika seekor lalat telah berada di samping si kupu-kupu biru. Si kumbang hanya terdiam, menatap lalat yang terbang bergandengan dengan kupu-kupu biru pujaannya. Hatinya semakin sakit.
"Kamu harus membunuhnya." Kata cerpelai.
"Siapa?"
"Si lalat jantan."
Si Kumbang kembali terdiam menanti kedatangan lalat jantan dan kupu biru. Si kumbang segera menerjang ke tengah ceruk ketika lalat jantan datang. Lalat jantan terbunuh. Kupu-kupu biru tetap tak acuh.
Si Kumbang segera kembali pada cerpelai mengadu dan bercerita tentang kupu biru dan matinya si lalat jantan.
"Tinggal 98 bintik biru." Katanya.
"Hmmm."
"Aku mau ambil semuanya."
"Cobalah, mungkin peruntunganmu ada padanya."
Begitulah pengulangan selalu terjadi, setiap kali si kumbang jantan hendak mendekati kupu-kupu berbintik biru. Setiap kali pula si kumbang jantan membunuh pejantan yang membawa kupu-kupu biru.
Sampai pada pembunuhannya yang ke sembilanpuluh delapan, kumbang jantan merasakan enerji cintanya telah habis. Tapi kepalang tanggung. Bintik biru di sayap kupu-kupu pujaannya terlalu indah untuk di lewatkan. Hatinya telah buta oleh kilau sinarnya. Kumbang jantan senang dengan kebutaan hatinya.
"Tinggal satu bintik biru."
"Hmmm."
"Masih ada satu. Ambillah kesempatan terakhirmu."
Pada kesempatannya yang terakhir, kumbang jantan bertemu dengan kalajengking hitam. Perkelahian terakhir yang menguras semua enerji cinta dan menyisakan lelehan darah yang mengalir dari jutaan luka di tubuhnya. Dua tanduknya juga telah patah. Nafas kumbang jantan terengah-engah di akhir perkelahian. Kumbang jantan hanya dapat menatap kupu-kupu yang telah kehilangan semua bintik birunya. Tidak ada kecantikan di kedua sayapnya. Tidak ada lagi pantuilan biru cahaya kunang-kunang. Ceruk pohon flamboyan telah kembali pada warna suramnya.
Kini si kupu menatap lekat pada si kumbang jantan. Tidak ada lagi bintik biru di sayap-sayapnya. Tidak ada lagi keindahan yang dapat di jual. Si kupu berpaling pada kumbang jantan, mengharapkan perlindungan dari dingin dan jahatnya udara malam. Tapi si kumbang jantan mengacuhkannya. Tidak ada lagi yang diinginkannya. Bintik biru di sayap kupu-kupu yang membutakan hatinya telah hilang.
Lalu pagi mulai menjelang dan keramaian di ceruk pohon flamboyan-pun ikut menghilang.

v


Kupu-kupu berbintik biru telah pergi, tergilas roda masa yang membunuh semua kecantikannya. Si kumbang jantan juga telah mati, membusuk di bawah onggokan kotoran kerbau. Cerpelai yang telah di butakan oleh gelapnya malam pergi entah kemana, mungkin telah kembali kepada pagi dan cerahnya matahari, atau mati membawa cerita cinta kumbang jantan pada kupu-kupu berbintik biru.


v

Cinta kumbang jantan pada kupu-kupu bersayap biru telah berakhir, selesai dan mati. Tapi ceruk di batang pohon flamboyan akan tetap ada. Menjadi tempat bagi tumbuhnya berbagai macam jenis cinta yang lain. Terutama ketika malam mulai menjelang .......




Griya Kebraon, 25-Mei-2007

Ferry Herlambang Zanzad



Labels:

posted by FerryHZ at 11:38 PM | Permalink | 1 comments