(function() { (function(){function b(g){this.t={};this.tick=function(h,m,f){var n=void 0!=f?f:(new Date).getTime();this.t[h]=[n,m];if(void 0==f)try{window.console.timeStamp("CSI/"+h)}catch(q){}};this.getStartTickTime=function(){return this.t.start[0]};this.tick("start",null,g)}var a;if(window.performance)var e=(a=window.performance.timing)&&a.responseStart;var p=0=c&&(window.jstiming.srt=e-c)}if(a){var d=window.jstiming.load; 0=c&&(d.tick("_wtsrt",void 0,c),d.tick("wtsrt_","_wtsrt",e),d.tick("tbsd_","wtsrt_"))}try{a=null,window.chrome&&window.chrome.csi&&(a=Math.floor(window.chrome.csi().pageT),d&&0=b&&window.jstiming.load.tick("aft")};var k=!1;function l(){k||(k=!0,window.jstiming.load.tick("firstScrollTime"))}window.addEventListener?window.addEventListener("scroll",l,!1):window.attachEvent("onscroll",l); })();

Monday, October 29, 2007
Nadine Gordimer



Nadine Gordimer (lahir tahun 1923) adalah novelis dan cerpenis asal Afrika Selatan yang menerima penghargaan Nobel Sastra pada tahun 1991. Kebanyakan karya Nadine berhubungan dengan tema-tema moral dan psikologis negaranya yang terpecah oleh rasisme. Ia juga pendiri organisasi Congress of South African Writers. Bahkan saat rezim apartheid sedang dalam masa puncak, ia tak pernah meninggalkan negerinya.

Nadine Gordimer dilahirkan di sebuah keluarga kaya di daerah Springs, Transvaal, sebuah kota pertambangan di wilayah East Rand di luar kota Johannesburg. Daerah itu jugalah yang menjadi latar novel pertamanya "The Lying Days" (1953). Ayahnya adalah seorang Yahudi, pedagang perhiasan yang berasal dari Latvia, sedangkan ibunya berdarah Inggris. Sejak kecil, Gordimer menyaksikan bagaimana minoritas kulit putih terus mengurangi hak-hak kaum mayoritas kulit hitam. Gordimer dididik di sebuah sekolah yang ketat. Ia hanya menghabiskan setahun di Universitas Witwaterstrand, Johannesburg tanpa meraih gelar.

Sering dikurung di dalam rumah oleh ibunya yang selalu membayangkan bahwa ia memiliki kelainan jantung, Gordimer mulai menulis ketika berusia sembilan tahun. Cerpen pertamanya, "Come Again Tomorrow" sudah dimuat di halaman anak-anak majalah Forum ketika ia berusia
empat belas tahun. Umur dua puluh, karya-karya Gordimer sudah banyak dipublikasikan di banyak majalah setempat. Tahun 1951, The New Yorker menerima salah satunya dan sejak itu menjadi penerbit karya-karyanya.

Dalam kumpulan cerpen pertamanya "Face to Face" (1949), yang sering tidak tercantum dalam biografi-biografi tentangnya, Gordimer mengungkapkan akibat psikologis dari politik diskriminasi yang terjadi di negaranya.

Novel "The Lying Days" (1953) kebanyakan ditulis berdasarkan pengalaman hidupnya sendiri. Di situ, ditampilkan tokoh seorang gadis kulit putih bernama Helen yang dari waktu ke waktu semakin mengalami ketidakpuasan terhadap kehidupan masyarakat sebuah kota kecil yang berpikiran sempit. Karya lain di tahun 1950 dan 1960-an meliputi "A World of Strangers" (1958), "Occasion for Loving" (1963), dan "The Late Bourgeois World" (1966). Melalui novel- novelnya tersebut, Gordimer mempelajari hubungan majikan-pembantu, ketakutan (paranoia) kejiwaan dan seksual terhadap kolonialisme, dan kebebasan palsu yang dimiliki kaum kulit putih seperti dirinya.

"Occasion for Loving" memberi tekanan pada "barisan kata dalam sebuah buku peraturan", yakni hukum rasis negara Afrika Selatan yang kejam. Ceritanya adalah mengenai cinta terlarang antara seorang pria kulit hitam dan wanita kulit putih yang berakhir dengan pahit. Tokoh-tokohnya meliputi Ann Davis yang menikahi seorang pria Yahudi bernama Boaz Davis, seorang peneliti yang penuh dedikasi, yang bepergian ke seluruh negeri dalam rangka meneliti musik Afrika. Gideon Shibalo, seorang pelukis berbakat, seorang kulit hitam, yang sudah menikah meski juga memiliki beberapa hubungan rahasia. Ada juga Nyonya Jessie Stilwell, seorang wanita bebas namun peragu, wanita penghibur yang menyediakan diri untuk cinta mereka yang suka melanggar aturan.

Gordimer mendapatkan pengakuan dari dunia internasional berkat cerpen dan novel-novelnya. "The Conversationist" (1974) membandingkan dunia kaum industrialis kulit putih yang kaya raya dengan tradisi dan mitologi bangsa Zulu. "Burger’s Daughter" (1979) ditulis selama masa kebangkitan Soweto (South Western Townships). Berkisah tentang seorang anak perempuan yang menganalisa hubungan antara dirinya dengan ayahnya, seorang martir dalam pergerakan anti apartheid. "July’s People" (1981) adalah sebuah novel futuristis tentang sebuah keluarga kulit putih dari Johannesburg yang turut menjadi korban akibat pecahnya perang di negeri tersebut, di mana mereka pergi bersama pelayan Afrikanya untuk mencari tempat mengungsi di dusunnya.

Kumpulan cerpen Gordimer di masa-masa awal di antaranya termasuk "Six Feet of the Country" (1956), "Not for Publication" (1965), dan "Livingstone’s Companions" (1971). Fakta sejarah tentang rakyat yang dipisahkan akibat rasisme juga adalah dasar penting dalam cerpen- cerpennya. Dalam cerpen Oral History di buku "A Soldiers Embrace" (1980), tokoh kepala desa memperoleh jabatannya berdasar hasil pilihan kubu penindas. Setelah desanya dimusnahkan, ia pun bunuh diri. Gordimer dengan tenang mengkaji tindakan tokoh protagonisnya, menghubungkan kejadian tragis tersebut dengan tradisi panjang dari peraturan kolonial. Dengan mengambil latar belakang perang kemerdekaan di Zimbabwe (1966-1980), Gordimer menggunakan pohon Mopane sebagai simbol kehidupan dan kematian –- kepala desa tersebut gantung diri di pohon Mopane, mayatnya dikubur di bawah pohon Mopane dan akhirnya pohon tersebut menjadi simbol dari konsolidasi.

Sejak 1948, Gordimer tinggal di Johannesburg. Ia juga mengajar di beberapa universitas di Amerika Serikat sepanjang tahun 1960-1970-an. Gordimer telah menulis buku nonfiksi tentang Afrika Selatan dan membuat film dokumenter televisi, yang paling terkenal adalah saat ia bekerja sama dengan putranya, Hugo Cassirer, dalam film "Choosing Justice: Allan Boesak". Dalam buku "The House Gun" (1998) Gordimer mengeksplorasi rumitnya kekerasan yang terjadi di masyarakat pasca- apartheid lewat sebuah kisah tentang usaha pembunuhan. Dua orang kulit putih yang memilki hak bebas, Harald dan Claudia Lindgard menghadapi kenyataan bahwa putra mereka yang seorang arsitek, Duncan telah membunuh temannya, Carl Jesperson.

"Karya fiksi terakhirnya menunjukkan sebuah kesiapan menyambut dan menghadapi jalan dan cara pandang dunia yang baru," tulis sastrawan J.M. Coetzee saat mengomentarinya di The New York Review of Books (Oktober 2003). Dalam "The Pick Up" (2001), seting utamanya mengingatkan beberapa hal di film terkenal "Les Parapluies de Cherbourg" (1962) yang dibintangi Catherine Deneuve dan Nino Castelnuovo. Julie adalah putri seorang bankir kaya. Satu kali mobilnya rusak dan di bengkel ia bertemu Ibrahim, seorang imigran gelap yang berasal dari sebuah negara Arab. Dua anak muda dari budaya berbeda itu mulai terlibat hubungan asmara. Meski latar belakang mereka memisahkan keduanya, seks berhasil menerobos semua hambatan budaya, namun tidak bisa menghentikan keinginan Ibrahim akan uang dan kesuksesan, hal-hal yang ditawarkan budaya Barat. "Amatlah sulit untuk menuliskan tentang kekuatan seks dengan cara yang indah," kata Andrew Sullivan di New York Times (16 Desember 2001), "karena diperlukan kemampuan untuk mampu mengangkat manusia dari dunia yang mengotak-kotakkan mereka, diperlukan kualitas luar biasa yang jarang ada." Namun, Gordimer menulis hal tersebut dengan mudahnya hingga kita pun bisa melihat pencapaiannya tersebut dengan jelas. Tema lain dalam buku itu adalah kedewasaan Julie. Saat Ibrahim harus dideportasi dari Afrika Selatan, ia memaksa untuk meninggalkan negaranya bersama dia. Julie menikahi Ibrahim dan menetap di tanah air suaminya. (t/Ary)


Diterjemahkan dan disunting dari:
Judul asli : Nadine Gordimer (1923-)
Tahun terbit : 2003
Situs : http://www.kirjasto.sci.fi/gordimer.htm


posted by FerryHZ at 2:37 AM | Permalink |


0 Comments: