Yang dimaksud dengan
Warta Berita adalah koran atau
Surat Kabar Tertua di Sumatera
Surat Kabar yang tertua di Sumatera adalah Sumatera Courant, didirikan tahun 1859 di
Hampir bersamaan waktunya, terbit pula di
Koran tertua nomor tiga ialah Padangsche Handelsblad, mulai terbit tahun 1871 oleh sebuah perusahaan milik seorang Indo bernama H.J. Klitsch & Co. Mula-mula terbit hanya dua kali seminggu, tapi semenjak 1881 meningkat menjadi tiga kali. Semenjak tahun itu pula nama penerbitnya seperti tercantum di koran itu sendiri, menjadi Klitsch & Holtzapffel. Redaksinya dipimpin oleh seorang yang tak asing lagi di
(Gambar 1.2 Surat Kabar Padangsche Handelsblad yang terbit tahun 1871)
Koran tertua nomor empat adalah De Padanger yang mulai terbit pada awal Januari 1900. De Padanger merupakan hasil merger antara Sumatera Courant dengan Nieuw Padangsche Handelsblad setelah perusahaan penerbitannya diambil alih oleh J. van Bosse. Sejak saat itu De Padanger terbit setiap hari.
Kedua
Bersamaan dengan mergernya Sumatera Courant dan Nieuw Padangsche Handelsblad menjadi De Padanger sejak awal Januari 1900, kedua usaha penerbitan juga disatukan dengan nama baru: "N.V. Snelpersdrukkerij Insulinde'" berkantor di Pondok. Saingan mereka ialah koran Sumatera Bode yang telah terbit pada tahun 1892 oleh Karl Baumer. Keluarga Baumer merupakan pengusaha suskes di
Koran Berbahasa Melayu
Koran berbahasa Indonesia atau tepatnya Melayu sudah terbit pada tahun 1877, di Padang dengan namanya Bentara Melayu, berukuran kecil dan terbit tiap hari Selasa sejak Juni 1877, dipimpin oleh seorang Indo bernama Arnold Snackey. Ibunya adalah anak Datuk Mudo, salah seorang penghulu di Airbangis. Tidak lama terbitnya, pada akhir tahun 1877 sudah tak terbit lagi.
Tetapi ini mudah dimengerti. Menerbitkan koran dalam bahasa Melayu sedangkan orang Melayu sendiri waktu itu belum banyak bisa membaca tulisan Latin, memang sulit. Orang Belanda sendiri pasti tidak mau berlangganan, apalagi bicara tentang pemasangan iklan.
Rupa-rupanya Snackey telah membicarakan terlebih dahulu dengan pihak gereja untuk bertindak sebagai sponsor. Kalangan gereja ini melihat banyak keuntungan akan bisa dicapai melalui sebuah penerbitan. Mungkin sekali modal pertama didapatnya dari pihak gereja. Menurut sebuah artikel dalam salah satu koran waktu itu timbul percekcokan antara Snackey dan sponsornya hingga Bentara Melayu distop penerbitannya sesudah hidup hanya selama setengah tahun.
Dalam bukunya "Sejarah Pers
Bentara Melayu, Pelita Kecil, Warta Berita dan lain-lain pada saat ini tidak dapat dilihat contohnya. Tetapi kita tahu bahwa koran-koran itu memang pernah terbit berkat
Sebuah lagi
Kelompok Sumatera Courant tadi, tahun 1892 menerbitkan lagi
Sayang, kedua penerbitan ini tidak bertahan lama. Harian Sumatra Bode yang dipimpinan Paul Baumer tahun 1897 juga menerbitkan koran berbahasa Melayu, yaitu Tjaja Sumatra, pada permulaan pimpinan redaksi dipegang oleh Lim Soen Lin dan terus terbit hingga serbuan Jepang.
Koran
Pada tahun 1901, Datuk Sutan Marajo bersama adiknya bernama Baharudin Sutan Rajo nan Gadang menerbitkan dan memimpin sendiri sebuah
(Gambar 1.4 Datuk Sutan Marajo ialah salah seorang pelopor pers di Minangkabau)
Modal pertama didapat dari seorang pedagang terkenal di
(Gambar 1.5 Surat kabar Utusan Melayu yang merupakan
Kalau ingin bicara mengenai koran nasional (diterbitkan dan dipimpin oleh pribumi asli, orang
Datuk Sutan Marajo pernah dihukum denda 100 gulden atau kurungan 15 hari karena tulisannya pada tanggal 23 Februari 1892 mengenai nasib rakyat kecil dan karena sebuah tulisannya tentang Aceh namun untuk yang terakhir ini Datuk Sutan Marajo divonis bebas. Abas Sutan Mantari dari Bukti Tinggi juga pernah mengalami hal serupa karena tulisannya tanggal 26 Desember 1890 yang dianggap menghina seorang kontrolir di Kabupaten Agam.
Koran Melayu lain di Indonesia
Sebelum Arnold Snackey mengeluarkan Bentara Melayu yang berbahasa Melayu dan murni beraksara Latin pada tahun 1877, di Hindia Belanda sudah atau pernah terbit tujuh buah surat kabar berbahasa Melayu dengan huruf Latin yaitu enam di Pulau Jawa dan satu di Manado. Tetapi tidak satupun yang dipimpin oleh bangsa kita, apalagi menjadi penerbitnya.
Malahan kedua
Salah satu
Lange, seorang Indo, pada tahun 1858 menerbitkan Soerat Khabar Batawi. Tetapi masih berupa campuran huruf Arab, separo Latin.
Juga di Betawi pada tahun 1868 terbit surat kabar Bintang Barat, dipimpin seorang Indo bernama E.F. Wiggers dan dicetak oleh Ogilvie & Co dan mulai 1891 menjadi harian. Akhirnya masih ada satu lagi yang terbit berbahasa
Di Semarang semenjak 1876, pihak gereja Protestan mengeluarkan Slompret Melayu yang terbit tiap Sabtu. Pemimpin redaksinya bernama W. Hoe-zoo, dicetak oleh Van Dorp. Koran lain yang juga diterbitkan golongan gereja ialah Bintang Johar di Betawi, sekali seminggu. Mungkin nomor perdananya muncul sekitar tahun 1870. Yang aneh ialah pemimpinnya seorang Inggris bernama Crawford yang pernah berdiam di Singapura ini kabarnya selama Perang Aceh mengusulkan agar Pemerintah Hindia Belanda melepas saja seribu tukang jagal asal Maluku ke
Itulah keenam
Bianglala di Betawi yang juga dicetak oleh Ogilvie & Co pada tahun 1870-an memang tua, tetapi lebih bersifat majalah dan terbit sekali 2 minggu.
jadi sangatlah jelas bahwa kota Padang pada bagian kedua abad 19 memang memegang peranan dalam media massa satu-satunya waktu itu, baik dalam bahasa Belanda yang terbit sejak 1859 maupun bahasa Indonesia yang terbit sejak 1877.
Ketiga penerbitan (Bentara Melayu, Pelita Kecil, dan Warta Berita) tidak terdapat di Perpustakaan Museum Nasional,
Koran Berbahasa Melayu di Belanda
Pada tahun 1890 di
Pada tahun 1902 masih di
Letnan Clockener Brousson ini juga pernah memimpin
Pada tahun 1877, di Singapura juga telah terbit tiga
Kisah dan Jasa Arnold Snackey
Pada zamannya, dia adalah satu - satunya orang di
Dia pula yang menerjemahkan "Permulaan Berdirinya Pohon" yang dianggap sejarah paling lengkap semenjak Belanda dengan VOC-nya sampai di
Dia pula yang pernah menerjemahkan syair-syair Multatuli dan dia menguasai bahasa Melayu dengan cukup baik. Arnold Snackey juga berjasa melalui wawancaranya dengan orang-orang tua waktu itu, mengungkapkan sedikit latar belakang hidup di Sumatera Barat, khususnya di
Dia pula yang menerbitkan brosur kecil di Betawi tahun 1888, berjudul "Syair Sunur". Walaupun begitu, namanya tak pernah didengar, apalagi penghargaan atas semua karyanya. Mungkin ini disebabkan karena dia bukan pegawai pemerintah, mungkin pula karena dia tidak tergolong ahli sejarah.
Siapa pula yang mau memperhatikan seorang Indo walaupun sering menulis, di suatu ternpat kecil di pantai barat Pulau Sumatera. Waktu itu, untuk mendapat pengakuan, orang harus mengadakan penyelidikan mendalam, mengarang buku-buku tebal, tidak sekedar menulis karangan-karangan di koran. Sekarang, tentu lain!
Namun jasa-jasanya bagi sejarah dan kebudayaan Minang, patut mendapat perhatian. Sebagai keluarga khas Indo di Padang yang menyandang nama Snackey, bertebaran dimana-mana menduduki tempat - tempat khas disediakan untuk kaum Indo.
Inilah riwayat keluarga Snackey di Sumatera Barat. Seorang bernama A.A. Snackey pernah menjabat panitera (Griffier) di kantor pengadilan Batusangkar dan kemudian pindah ke Balaiselasa pada tahun 1773. Seorang lagi, JG Snackey mencapai pangkat cukup lumayan yakni Kepala Kantor dibawah Sekretaris Gubernur Sumatera Barat sekitar awal tahun dua puluhan. Dia memulai kariernya di kantor polisi