(function() { (function(){function b(g){this.t={};this.tick=function(h,m,f){var n=void 0!=f?f:(new Date).getTime();this.t[h]=[n,m];if(void 0==f)try{window.console.timeStamp("CSI/"+h)}catch(q){}};this.getStartTickTime=function(){return this.t.start[0]};this.tick("start",null,g)}var a;if(window.performance)var e=(a=window.performance.timing)&&a.responseStart;var p=0=c&&(window.jstiming.srt=e-c)}if(a){var d=window.jstiming.load; 0=c&&(d.tick("_wtsrt",void 0,c),d.tick("wtsrt_","_wtsrt",e),d.tick("tbsd_","wtsrt_"))}try{a=null,window.chrome&&window.chrome.csi&&(a=Math.floor(window.chrome.csi().pageT),d&&0=b&&window.jstiming.load.tick("aft")};var k=!1;function l(){k||(k=!0,window.jstiming.load.tick("firstScrollTime"))}window.addEventListener?window.addEventListener("scroll",l,!1):window.attachEvent("onscroll",l); })();

Wednesday, March 26, 2008
Kisah-kisah Alcatraz dan Nusa Kambangan



Pulau karang yang gersang nun jauh di tengah samudra pantai barat Amerika Serikat (AS) itu secara fisik sesungguhnya tak punya daya tarik apa-apa. Tapi, setelah mendengar -Alcatraz, orang baru sadar, nama itu memang tersohor sebagai penjara paling ditakuti oleh para narapidana.

Alcatraz dikenal sebagai pulau pembua ngan bagi penjahat-penjahat kelas berat di Amerika Serikat, di antaranya dedengkot mafia yang melegenda Al Capone. Sebagai penjara pulau terpencil yang dipagari lautan dalam yang luas dan ganas itu memang sangat mustahil ditaklukkan oleh para penghuninya yang ingin kabur.

Tapi, para penjahat yang ingin hidup di alam bebas berupaya menempuh berbagai cara guna keluar dari neraka Alcatraz. Misalnya, dengan berenang secara nekat dengan peralatan seadanya. Walhasil, entah berapa ratus narapidana yang tak ketahuan nasibnya setelah ditelan ganasnya laut beserta ikan buasnya, sejak cerita pelarian itu tercatat.

Bahkan, seseorang di antara mereka pernah membuat sebuah terowongan bawah tanah terarah ke luar dengan panjang berpuluh-puluh kilometer. Nah, inilah antara lain asal-usul ketenaran Alcatraz, apalagi setelah kisah kehidupan penjara khusus itu difilmkan sekian kali sejak tahun 1960-an.

Tapi, kisah penjara "angker" itu kini tinggal kenangan. Sebab, sekarang orang-orang malah berebutan ingin masuk ke sana. Maka, Alcatraz tercatat sebagai salah satu objek wisata yang tak pernah sepi dari serbuan wisatawan dari mancanegara.

Rupanya, belajar dari pengalaman pengelolaan kepariwisataan di negeri Pam Sam itu, pihak yang terkait di Tanah Air menggodok gagasan untuk menjadikan pulau Nusakambangan sebagai objek wisata. Maka, suasana kehidupan penjara yang sangat terisolasi itu akan bisa
disaksikan di Indonesia.

Pulau yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa itu, selama ini namanya cukup angker karena dikenal sebagai tempat pembuangan penjaha-penjahat nomor wahid Tanah Air. Narapidana yang pernah mampir ke sana, pasti klasifikasinya sebagai penjahat kelas kakap atau pelaku tindak pidana yang diganjar hukuman berat.

Sama dengan Alcatraz, pulau tersebut juga terisolasi. sekitar Lembaga Pemasyarakatan (LP) di situ, masih terdapat ribuan hektare hutan yang masih perawan dengan binatang buasnya. Kalaupun bisa menembus hutan, si penjahat yang ingin lolos juga mesti menembus laut dan gelombang pantai selatan yang dikenal ganas.

Tapi, seperti yang terjadi di Alcatraz, narapidana di Nusakambangan juga selalu ada yang mencoba melarikan diri. Kisah-kisah mencengangkan dan nekat tentang pelarian yang melawan akal sehat itu sudah banyak beredar di kalangan masyarakat.

Misalnya, konon ada yang berenang de- ngan merangkai buah kelapa atau dengan cara mengayuh gelondongan kayu, menempuh jarak dengan waktu berminggu-minggu, ada yang harus berputar-putar di hutan perawan karena tersesat sampai berhari-hari yang ujung-ujungnya akhirnya tertangkap kembali oleh pihak keamanan.



Kisah Johny Indo dan Kusni Kasdut

Tapi, entah berapa narapidana yang kabarnya hanya tinggal nama, atau pihak keamanan yang mengejarnya akhirnya hanya menemukan sisa-sisa pakaian yang tercabik-cabik, bekas gigitan binatang buas. Yang paling populer adalah kisah pelarian Johny Indo. Mantan bintang film laga itu dijebloskan ke Nusakambangan belasan tahun silam setelah ditangkap petugas keamanan karena terlibat dalam sejumlah aksi perampokan toko emas. Menurut catatan, Johny yang memang bertampang Indo itu nekat melarikan diri dengan sejumlah temannya, karena teringat-ingat akan nasib anak dan istrinya di Jakarta.

Pelarian napi populer dan kawan-kawannya itu tentu saja membuat kalang kabut pihak keamanan di seluruh daratan Jawa. Petugas disebar ke seluruh kawasan yang diduga akan disinggahi para pelarian. Sedang, pasukan pemburu menyisir seluruh kawasan pantai dan hutan sekitar Nusakambangan.

Aksi perburuan selama berhari-hari itu tiap hari dapat liputan khusus dari pers, karena agaknya masyarakat juga selalu ingin tahu akhir kisah yang mendebarkan itu. Apa lagi dalam proses pencarian tersebut, petugas kadang-kadang hanya menemukan jejak atau sobekan pakaian.

Ketika itu disimpulkan sejumlah pelarian sudah dimangsa binatang buas yang diketahui banyak berkeliaran atau mati lemas kelelahan dan kelaparan karena harus lari-lari menghindar dari kejaran petugas yang mengerahkan helikopter dan kapal cepat. Sedang, di darat anjing
pelacak tak henti-hentinya terdengar menyalak.

Setelah sekian minggu, akhirnya seperti diduga, Johny Indo tertangkap tak jauh dari kawasan yang sulit diterobos itu. Tapi, tak urung kisah pelarian si bintang film tersebut menambah terkenal nama Nusakambangan. Dalam sejarahnya, liputan pers atas kehidupan seorang
napi, kisah Johny Indo hanya ditandingi oleh liputan atas penjahat legendaris, Kusni Kasdut.

Bedanya, Johny Indo yang kini dikenal sebagai pengusaha batu mulia di Jakarta, begitu lepas menjalani hukuman penjara, sempat kembali berakting memerankan dirinya sendiri di film yang judulnya Kisah Pelarian Johny Indo.

Sedang, Kusni Kasdut yang dituntut hukuman mati atas segala tindak kejahatan yang dilakukannya, hidupnya berakhir di ujung peluru, setelah dieksekusi oleh regu tembak pada akhir tahun 1970-an.







Sumber:
http://www.hamline.edu


posted by FerryHZ at 10:35 PM | Permalink |


0 Comments: