Dalam bukunya, *Birth of Indonesia*, *David Weh*l menulis:
*"Di pusat kota, pertempuran lebih dahsyat, jalan-jalan harus diduduki satu per satu, dari satu pintu ke pintu lainnya. Mayat dari manusia, kuda-kuda dan kucing-kucing serta anjing-anjing, bergelimpangan di selokan-selokan; gelas-gelas berpecahan, perabot rumah tangga, kawat-kawat telepon bergelantungan di jalan-jalan, dan suara pertempuran menggema di tengah-tengah gedung-gedung kantor yang kosong ... Perlawanan Indonesia berlangsung dalam dua tahap, pertama pengorbanan diri secara fanatik, dengan orang-orang yang hanya bersenjatakan pisau-pisau belati menyerang tank-tank Sherman, dan kemudian dengan cara yang lebih terorganisasi dan lebih efektif, mengikuti dengan cermat buku-buku petunjuk militer Jepang."*
Kolonel Dr. Wiliater Hutagalung menuliskan dua peristiwa yang tak dapat dilupakannya:
*"… ketika seorang pemuda dibawa masuk ke ruang bedah dengan kedua kakinya hancur terlindas roda kereta api. Rupanya karena terlalu lelah sehabis pertempuran, tertidur di pinggir rel kereta api dengan kedua kakinya melintang di atas rel. Dia tidak terbangun ketika ada kereta api yang lewat, sehingga kedua kakinya putus dilindas kereta api. Dia masih sadar waktu dibaringkan ke tempat tidur, tetapi sebelum kita dapat menolongnya dia
berseru: 'Merdeka! Hidup Indonesia!', lalu menghembuskan napas terakhirnya.*
Peristiwa yang kedua adalah, ketika melihat kesedihan seorang ibu muda yang menatap wajah anak perempuannya yang kira-kira berumur dua tahun, yang tewas akibat lengannya putus terkena pecahan peluru mortir. Dia menggendong anak itu ke Pos Sepanjang tanpa mengetahui, bahwa anaknya telah tewas ketika sampai di Sepanjang. Kami menanyakan:
*'Di mana ayah anak ini?'
Ibu muda itu menjawab: 'Tidak tahu, suami diambil tentara Jepang, dijadikan romusha (pekerja paksa). Dia belum pernah melihat anaknya.'*
Pihak Inggris menyebutkan, bahwa berdasarkan data yang mereka kumpulkan, tercatat "hanya" 6.000 korban tewas di pihak Indonesia. *Dr. Ruslan Abdulgani* dalam satu kunjungan ke Inggris, mendapat kesempatan untuk melihat arsip nasional, dan antara lain melihat catatan mengenai jumlah korban yang tewas. *Abdulgani* menulis :
*Pihak Inggris menemukan di puing-puing kota Surabaya dan di jalan-jalan 1.618 mayat rakyat Indonesia ditambah lagi 4.697 yang mati dan luka-luka. Menurut laporan dr. Moh. Suwandhi, kepala kesehatan Jawa Timur, dan yang aktif sekali menangani korban pihak kita, maka jumlah yang dimakamkan secara massal di Taman Bahagia di Ketabang, di makam Tembokgede, di makam kampung-kampung di Kawatan, Bubutan, Kranggan, Kaputran, Kembang Kuning, Wonorejo, Bungkul, Wonokromo, Ngagel dan di tempat-tempat lain adalah
sekitar 10.000 orang. Dengan begitu dapat dipastikan bahwa sekitar 16.000korban telah jatuh di medan laga bumi kota Surabaya. *
Berdasarkan data yang dikumpulkan rekan-rekan dokter serta paramedis lain, Kolonel dr. Wiliater Hutagalung memperkirakan, korban tewas akibat agresi militer Inggris dapat melebihi angka 20.000, dan sebagian terbesar adalah penduduk sipil, yang sama sekali tidak menduga akan adanya serangan tentara Inggris. Di Pasar Turi dan sekitarnya saja diperkirakan ratusan orang yang sedang berbelanja tewas atau luka-luka, termasuk orang tua, wanita dan anak-anak, bahkan pasien-pasien yang rumah sakitnya ikut terkena bom. Pelaku sejarah yang menjadi saksi mata menilai pemboman tersebut adalah suatu kebiadaban.
Menurut *Woodburn Kirby*, korban di pihak tentara Inggris dari tanggal 10 sampai 22 November 1945 di Jawa tercatat *608* *orang yang tewas*, hilang atau luka-luka, dengan rincian sebagai berikut:
- tewas : 11 perwira dan 87 prajurit.
- hilang : 14 perwira dan 183 prajurit.
Hampir semua adalah korban pertempuran di Surabaya. Namun diduga, korban di pihak Inggris sebenarnya lebih tinggi, karena menurut Anthony James-Brett, korban di pihak Inggris dalam pertempuran tanggal 28 – 30 Oktober saja sudah mencapai 392 orang, yang tewas, luka-luka atau hilang (18 perwira dan 374 prajurit). Diperkirakan korban di pihak Inggris dalam pertempuran dari tanggal 28 Oktober – 28 November 1945 mencapai 1.500 orang yang tewas,
luka-luka dan hilang.
Pihak Indonesia menyebut, bahwa sekitar 300 tentara Inggris asal India/Pakistan melakukan desersi dan bergabung dengan pihak Republik Indonesia.
*Kolonel Laurens van der Post *dalam laporannya menulis:
"*…But the important lessons of Sourabaya were not these so much as the extent to which they proved that Indonesian nationalism was not a shallow, effiminate, intellectual cult but a people-wide, tough and urgent affair."*
*Willy Meelhuijsen* dalam bukunya "*Revolutie in Soerabaya*, 17 agustus – 1 december 1945" mengutip seorang pakar sejarah Australia, M.C. Ricklefs, yang menulis:
*" The Republicans lost much manpower and many weapons in the battle of Sourabaya, but their sacrificial resistance there created a symbol of rallying cry for the Revolution. It also convinced the British thet wisdom lay on the side of neutrality in the Revolution. The battle of Sourabaya was a turning point for the Dutch as well, for it schocked many of them into facing reality. Many had quite genuinely believed that the Republic represented only a gang of collaborators without popular support. No longer could any serious observer defend such a view."*
Pertempuran heroik di Surabaya merupakan satu dari empat pertempuran dan perlawanan terhadap tentara Inggris –di samping* Palagan Ambarawa*, Pertempuran "*Medan-Area*" dan *Bandung Lautan Api*- yang membuat Inggris menyadari, bahwa masalah Indonesia tidak dapat diselesaikan melalui kekuatan militer, dan Inggris sebagai tulang punggung Belanda waktu itu, kemudian memaksa Belanda ke meja perundingan, dan Inggris menjadi fasilitator pertama dalam *perundingan Linggajati*.
Sumber:
http://groups.google.co.id/group/pahlawan-bertopeng/browse_thread/thread/8add16eacbf4b034/c4810cb4bc59d61d?hl=id&lnk=st&q=sejarah+pasar+wonokromo#c4810cb4bc59d61d
dari SwaraMuslim