Dari milis Pasarbuku.
Postingan menarik yang menurut saya bisa menjadi bahan pelajaran buat para pelaku buku tanah air.
Postingan ini saya masksudkan sebagai bahan pembelajaran saja.
Satu setengah bulan ke depan, penerbit Gema Insani memberikan diskon menggiurkan kepada para pecinta buku dalam acara Gema Insani Expo. Buku-buku umum dijanjikan diskon 40 hingga 60 persen, sedangkan kitab al-Qur'an diberi potongan harga 30 persen. Gema Insani, yang berdiri 29 April 1986, selama ini dikenal sebagai penerbit buku-buku
bernuansa religi.
Salah satu buku terbaru yang ditawarkan Gema Insani adalah Ensiklopedia al-Qur'an karya Prof. DR. Wahbah Zuhaili. Dijual dengan harga Rp220 ribu per eksemplar, buku bersampul hitam itu terpampang jelas di laman Gema Insani. Paling tidak, masih bisa disaksikan ketika berita ini ditulis. Tak ada yang salah dengan promosi buku tersebut lewat dunia maya.
Tetapi bagi PT Almahira, tindakan Gema Insani mempublikasikan, menerbitkan dan menjual karya Wahbah Zuhaili dianggap melawan hukum. Almahira mengklaim sebagai satu-satunya pemegang hak cipta eksklusif atas buku terjemahan dari buku asli berjudul al-Maushu'ah al-Quraniyah al-Muyassarah itu. Hak eksklusif itu diperoleh dari Daarut Fikr fit Thiba'ah wa Attauzii' wa an-Nasyr, perusahaan penerbit asal Damaskus, Suriah.
Gara-gara publikasi, penerbitan dan penjualan itu, Almahira melayangkan peringatan terbuka lewat media massa kepada Gema Insani. A.H. Wakil Kamal, salah seorang pengacara Almahira menegaskan kembali bahwa kliennya adalah pemegang hak cipta eksklusif buku karya Wahbah Zuhaili dan kawan-kawan. Langkah Gema Insani membuat terjemahan dan menerbitkan Ensiklopedia al-Qur'an dianggap tidak sah dan dilakukan secara melawan hukum. Oleh karena itu, Almahira eminta Gema menghentikan penerbitan, distribusi dan penjualan buku tersebut. Jika tidak, Almahira akan menempuh upaya hukum perdata dan pidana.
Bagi Almahira, apa yang dilakukan Gema bisa melanggar pasal 2 ayat (1) UU No. 19/2002 tentang Hak Cipta. Menurut ketentuan ini, hak cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. "Kami berharap sebagai penerbit buku-buku religi, Gema Insani menghormati dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran dan kejujuran," ujar Kamal.
Sayang, Gema Insani sendiri tampaknya enggan membuka perseteruan ini ke ranah publik. Upaya konfirmasi yang dilakukan hukumonline tak membuahkan hasil, selain dirujuk ke bagian penerbitan. Khoir, seorang staf bagian penerbitan Gema Insani menolak memberikan
jawaban dengan dalih tidak punya wewenang. "Yang berwenang untuk menjawab hal tersebut Kepala Redaksinya. Dia gak pernah ada di tempat," ujarnya.
Ketika dikonfirmasi ulang Selasa, tetap tak ada jawaban pasti. Semula disebutkan ada, belakangan dinyatakan bahwa Kepala Redaksi Penerbitan sudah keluar. Upaya konfirmasi lewat email ke bagian penerbitan pun belum berbalas.
Meskipun demikian, dapat disebutkan bahwa perseteruan atas hak cipta buku terjemahan bukan kali ini saja terjadi. Buku Politics Among Nations karya Hans Morgenthau misalnya pernah diterjemahkan dan diterbitkan dua perusahaan yang berbeda. Pasal 12 UU Hak Cipta
memasukkan terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database dan karya lain dari hasil pengalihwujudan sebagai ciptaan yang
dilindungi.
(Mys/CRD)