(function() { (function(){function b(g){this.t={};this.tick=function(h,m,f){var n=void 0!=f?f:(new Date).getTime();this.t[h]=[n,m];if(void 0==f)try{window.console.timeStamp("CSI/"+h)}catch(q){}};this.getStartTickTime=function(){return this.t.start[0]};this.tick("start",null,g)}var a;if(window.performance)var e=(a=window.performance.timing)&&a.responseStart;var p=0=c&&(window.jstiming.srt=e-c)}if(a){var d=window.jstiming.load; 0=c&&(d.tick("_wtsrt",void 0,c),d.tick("wtsrt_","_wtsrt",e),d.tick("tbsd_","wtsrt_"))}try{a=null,window.chrome&&window.chrome.csi&&(a=Math.floor(window.chrome.csi().pageT),d&&0=b&&window.jstiming.load.tick("aft")};var k=!1;function l(){k||(k=!0,window.jstiming.load.tick("firstScrollTime"))}window.addEventListener?window.addEventListener("scroll",l,!1):window.attachEvent("onscroll",l); })();

Wednesday, February 20, 2008
Sekilas NAWAKSARA, pidato pertanggungjawaban terakhir presiden Soekarno


Pada tanggal 22 Juni 1966, presiden Indonesia Soekarno berpidato dalam Sidang Umum ke-IV MPRS. Pidatonya berjudul NAWAKSARA.

Berikut petikannya: "Sembilan di dalam bahasa Sansekerta adalah "Nawa". Eka, Dwi, Tri, Catur, Panca, enam-yam, tujuh-sapta, delapan-hasta, sembilan-nawa, sepuluh-dasa. Jadi saya mau beri nama dengan perkataan "Nawa". "Nawa" apa? Ya, karena saya tulis, saya mau beri nama "NAWA AKSARA", dus "NAWA iAKSARA" atau kalau mau disingkatkan "NAWAKSARA". Tadinya ada orang yang mengusulkan diberi nama "Sembilan Ucapan Presiden". "NAWA SABDA". Nanti kalau saya kasih nama Nawa Sabda, ada saja yang salah-salah berkata: "Uh, uh, Presiden bersabda". Sabda itu seperti raja bersabda. Tidak, saya tidak mau memakai perkataan "sabda" itu, saya mau memakai perkataan "Aksara"; bukan dalam arti tulisan, jadi ada aksara latin, ada aksara Belanda dan sebagainya. NAWA AKSARA atau NAWAKSARA, itu judul yang saya berikan kepada pidato ini. Saya minta wartawan-wartawan mengumumkan hal ini, bahwa pidato Presiden dinamakan oleh Presiden NAWAKSARA."

Pidato ini disampaikan oleh Presiden Soekarno sebagai pertanggungjawabannya atas sikapnya dalam menghadapi Gerakan 30 September. Soekarno sendiri menolak menyebut gerakan itu dengan nama tersebut. Menurutnya Gerakan itu terjadi pada tanggal 1 Oktober dini hari, dan karena itu ia menyebutnya sebagai Gestok (Gerakan 1 Oktober).

Pidato pertanggungjawaban Soekarno ini ditolak oleh MPRS, dan sebaliknya MPRS memutuskan untuk memberhentikannya dari jabatannya sebagai presiden seumur hidup, dan mengangkat Jenderal Soeharto sebagai penggantinya.

======================================================================




PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Jakarta, 10 Januari 1967

Kepada Yth, Pimpinan MPRS
di JAKARTA.

No.: 01/Pres/67.
Hal: Pelengkapan Pidato Nawaksara.

Saudara-saudara,

Menjawab nota Pimpinan MPRS No. Nota 2/Pimp. MPRS 1966 perihal melengkapi laporan pertanggunganjawab sesuai keputusan MPRS No.5/MPRS/1966, maka dengan ini saya menyatakan:

  1. Dalam Undang-Undang Dasar 1945, ataupun dalam Ketetapan dan Keputusan MPRS sebelum Sidang Umum ke-IV, tidak ada ketentuan, bahwa Mandataris harus memberikan pertanggungan-jawab atas hal-hal yang "cabang". Pidato saya yang saya namakan "Nawaksara" adalah atas kesadaran dan tanggung-jawab saya--sendiri, dan saya maksudkan sebagai semacam "Progres-report sukarela" tentang pelaksanaan mandat MPRS yang telah saya terima terdahulu.

    Dalam Undang-Undang Dasar 1945 di~etapkan bahwa MPR menentukan garis-garis-besar haluan Negara, dan tentang pelaksanaan garis-garis-besar haluan Negara inilah Mandataris harus mempertanggung-jawabkan. (Lihat UUD pasal 3). Juga dalam penjelasan daripada pasal 3 UUD ini nyata benar, bahwa Mandataris harus mempertanggung-jawabkan tentang pelaksanaan keputusan MPR mengenai garis-garis-besar haluan Negara itu. Dus tidak tentang hal-hal lain. Namun, "for the sake of state-speech-making", maka atas kehendak saya sendiri saya mengucapkan "Nawaksara" itu.

  2. Sebagai pemenuhan daripada ketentuan-ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 mengenai hubungan fungsional antara Presiden/Mandataris dengan MPRS, maka-setelah berkonsultasi dengan Presidium Kabinet Ampera, khususnya dengan Pengemban SP 11 Maret 1966, dan para Panglima Angkatan Bersenjata beberapa kali -, dengan ini saya menyampaikan penjelasan-penjelasan sebagai pelengkap Nawaksara sebagai berikut:

    Pertama-tama saya memperingatkan Saudara-saudara bahwa saya di samping "Nawaksara" itu telah menyerahkan banyak lampiran kepada MPRS. Dan saya sekarang mengajak Saudara-saudara dan segenap Rakyat Indonesia untuk menyadari lagi, bahwa situasi politik di tanah-air kita adalah gawat, sehingga kita bersama harus berusaha sekuat tenaga untuk meniadakan situasi-konflik, demi untuk menyelamatkan Revolusi kita. Untuk itu, maka perlu kita kembali kepada prinsip perjoangan yang berulang-ulang saya tandaskan, yaitu: pemupukan persatuan dan kesatuan di antara segenap kekuatan progressif revolusioner di kalangan Rakyat Indonesia, serta menekan kepada kewaspadaan istimewa terhadap baha~a kekuatan kontra re~olusi di dalam Negeri dan bahaya kekuatan subversif--kontra revolusioner di luar Negeri.

    Untuk memenuhi permintaan Saudara-saudara kepada saya mengenai penilaian terhadap peristiwa G.30.S/PKI, maka saya sendiri nyatakan:

    1. G.30.S. ada satu "complete overrompeling" bagi saya.
    2. Saya, dalam pidato 17 Agustus 1966, dan dalam pidato 5 Oktober 1966 mengutuk Gestok.
      17 Agustus saya berkata: "sudah terang, Gestok kita kutuk! Dan saya, saya mengutuknya pula! " Dan sudah berulang-ulang kali pula saya katakan dengan jelas dan tandas, bahwa "Yang bersalah harus dihukum! Untuk itu kubangunkan MAHMILLUB."
    3. Saya telah memberi autorisasi kepada pidato Pengemban SP 11 Maret yang diucapkan pada malam peringatan Isra dan Mi'raj di Istana Negara yang lalu, yang antara lain berbunyi: "Setelah saya mencoba memahami pidato Bapak Presiden pada tanggal 17 Agustus 1966, pidato pada tanggal 5 Oktober 1966, dan pada kesempatan-kesempatan yang lain, maka saya sebagai salah seorang yang turut aktif menumpas Gerakan 30-September yang didalangi oleh PKI, berkesimpulan bahwa Bapak Presiden juga telah mengutuk Gerakan 30 September/PKI, walaupun Bapak Presiden menggunakan istilah Gestok. "

      Autorisasi ini saya berikan kepada Jenderal Soeharto, pagi sebelum ia mengucapkan pidato itu pada malam-harinya di Istana Negara. Saya memang selalu memakai kata Gestok. Pembunuhan kepada Jenderal-jenderal dan ajudan dan pengawal-pengawal terjadi pada I Oktober pagi-pagi sekali. Saya menyebutnya "Gerakan satu Oktober", -- singkatnya, Gestok.

    4. Penyelidikan yang seksama menunjukkan, bahwa peristiwa G-3~-S itu ditimbulkan oleh "pertemuannya" tiga sebab, yaitu: a. kebelingeran pimpinan PKI, b. kelihayan subversi Nekolim, c. memang adanya oknum-oknum yang "tidak benar".
    5. Kenapa saya saja yang diminta pertanggungan-jawab atas terjadinya G-30-S atau yang saya namakan Gestok itu? Tidakkah misalnya Menko Hankam (waktu itu) juga bertanggung jawab? Sehubungan dengan ini saya menanya:

      Siapa yang bertanggung jawab atas usaha membunuh Presiden~Pangti dengan penggranatan hebat di Cikini?
      Siapa yang bertanggung jawab atas usaha membunuh saya dalam "peristiwa Idhul Adha?"
      Siapa yang bertanggung jawab atas pembrondongan dari pesawat udara kepada saya oleh Maukar?
      Siapa yang bertanggung jawab atas penggranatan kepada saya di Makassar?
      Siapa yang bertanggung jawab atas pemortiran kepada saya di Makassar?
      Siapa yang bertanggung jawab atas pencegatan bersenjata kepada saya di dekat gedung Stanvac?
      Siapa yang bertanggung jawab atas pencegatan bersenjata kepada saya di sebelah Cisalak?
      Dll. Dll.
      Syukur Alhamdulillah, saya dalam semua peristiwa itu dilindungi oleh Tuhan! Kalau tidak, tentu saya sudah mati terbunuh! Dan mungkin akan Saudara namakan satu "tragedi nasional" pula. Tetapi sekali lagi saya menanya: Kalau saya disuruh bertanggung jawab atas terjadinya G-30-S, maka saya menanya: siapa yang harus dimintai pertanggunganjawab atas usaha pembunuhan kepada Presiden/Pangti, dalam tujuh peristiwa yang saya sebutkan di atas itu? Kalau bicara tentang "Kebenaran dan Keadilan", maka saya pun minta, "Kebenaran dan Keadilan"!

    6. Adilkah saya sendiri disuruh bertanggung jawab atas kemerosotan di bidang ekonomi? Marilah kita sadari, bahwa keadaan ekonomi sesuatu bangsa atau Negara, bukanlah disebabkan oleh satu orang saja, tetapi adalah satu resultante daripada proses faktor-faktor objektif dan tindakan-tindakan daripada keseluruhan aparatur pemerintahan dan masyarakat. Satu contoh pertanyaan: Siapakah yang bertanggung jawab atas terus menanjaknya harga-harga dewasa ini, dan macetnya banyak perusahaan-perusahaan swasta?

      Sebagaimana telah saya kemukakan dalam salah satu pidato saya, maka saya mengkonstatir bahwa dengan adanya peristiwaperistiwa seperti Dl/DII, PKI-Madiun, Andi Azis, RMS, PRRI/Permesta, (juga di sini saya menanya: siapa yang harus bertanggung jawab?)-maka kita tidak boleh tidak tentu mengalami kemunduran di segala bidang. Dengan sendirinya kemunduran itu menyangkut pula pada bidang ekonomi.

    7. Tentang "kemerosotan akhlak"? Di sini juga saya sendiri saja yang harus bertanggung jawab? Mengenai soal akhlak, perlu dimaklumi bahwa keadaan akhlak pada suat~ waktu adalah hasil perkembangan daripada proses kesadaran dan laku-tindak masyarakat dalam keseluruhannya, yang tidak mungkin disebabkan oleh satuorang saja. Satu contoh pertanyaan misalnya: Siapakah yang bertanggung jawab bahwa sekarang ini puluhan pemudi sekolah menengah dan Mahasiswa-wanita menjadi korban daripada perbuatan a-moral?
    8. Dus: Dengan menyadari adanya faktor-faktoœ yang kompleks, yang menjadi sebab-musabab dari terjadinya peristiwa-peristiwa sebagai termaktub di atas, demikian pula mengingat kompleksitas dari pengaruh-pengaruh peristiwa-peristiwa tersebut kepada segala bidang, maka tidak adillah kiranya hal-hal itu dite, kankan pertanggungan-jawabnya kepada satu orang saja.
    9. Demikianlah jawaban saya atas surat Saudara-saudara tertanggal 22 Oktober itu. Hendaknya jawaban saya ini Saudara anggap sebagai pelengkap Nawaksara, yang Saudara minta, sebagai pelaksanaan daripada keputusan MPRS No.5/MPRS/1966.

Wassalam,
PRESIDEN/MANDATARIS MPRS.

ttd.

SUKARNO.


*Dari berbagai sumber

posted by FerryHZ at 9:16 AM | Permalink |


0 Comments: